Suatu kali saya bermalam di rumah Maimuna (bibinya). Saya tidur di seberang tempat tidur sementara Rasul Allah dan istrinya tidur panjang. Nabi (صلى الله عليه وسلم) tidur sampai tengah malam atau hampir sekitar dan bangun sambil menggosok wajahnya dan membacakan sepuluh ayat dari Surat "Al-'Imran." Rasulullah (صلى الله عليه وسلم) menuju kulit kulit dan berwudhu dengan cara yang paling sempurna dan kemudian berdiri untuk shalat. Saya melakukan hal yang sama dan berdiri di sampingnya. Nabi (صلى الله عليه وسلم) meletakkan tangan kanannya di atas kepala saya, memutar telinga saya dan kemudian shalat dua rakat lima kali dan kemudian mengakhiri shalatnya dengan witr. Dia berbaring sampai Mu'adh-dhin datang, kemudian dia berdiri dan mempersembahkan dua rakat (Sunnah sholat Subuh) dan kemudian keluar dan mengucapkan shalat Subuh. (Lihat Hadis 183)
Komentar Hadis: Keunggulan Shalat Malam dan Witir
Narasi mulia dari Sahih al-Bukhari 992 ini menunjukkan praktik konsisten Nabi dalam shalat malam (Tahajjud) dan Witir, menampilkan keutamaan besar mereka dalam tradisi Islam. Tindakan Nabi saat bangun - mengusap wajah, membaca Al-Qur'an, dan melakukan wudhu sempurna - mengajarkan kita etika yang tepat untuk ibadah malam.
Analisis Ilmiah tentang Tindakan Nabi
Pembacaan Nabi atas sepuluh ayat dari Surah Al-Imran sebelum shalat menunjukkan pentingnya perenungan Al-Qur'an dalam mempersiapkan hati untuk ibadah. Wudhunya yang teliti, meskipun larut malam, menunjukkan bahwa kualitas ibadah melampaui sekadar kuantitas.
Penempatan tangan di kepala sahabat dan memutar telinga adalah gerakan lembut dan penuh kasih sayang yang menunjukkan metodologi pengajaran Nabi - menggabungkan kedekatan fisik dengan instruksi spiritual.
Struktur Shalat Malam
Urutan shalat dua rakaat yang dilakukan lima kali (total sepuluh rakaat) diikuti oleh Witir mewakili metode optimal shalat malam. Para ulama mencatat bahwa pola ini memungkinkan istirahat yang sering dan pembaruan niat, menjaga kesetiaan sepanjang malam.
Shalat Witir terakhir mengakhiri ibadah malam, mengikuti praktik Kenabian dalam menjadikan Witir sebagai shalat terakhir malam. Istirahat singkat berikutnya dan shalat sunnah Fajr melengkapi siklus ibadah yang indah ini.
Keputusan Hukum dan Manfaat Spiritual
Ahli hukum Islam menyimpulkan dari hadis ini bahwa tidur sebelum Witir diperbolehkan jika seseorang berniat bangun untuknya nanti. Praktik Nabi juga mengonfirmasi legitimasi shalat malam berjamaah sesekali.
Secara spiritual, narasi ini mengajarkan pentingnya konsistensi dalam ibadah, nilai menyendiri dengan Allah di bagian akhir malam, dan cara menyeimbangkan ibadah dengan istirahat yang diperlukan.