حَدَّثَنَا عَلِيٌّ، حَدَّثَنَا وَهْبُ بْنُ جَرِيرٍ، حَدَّثَنَا أَبِي قَالَ، سَمِعْتُ ابْنَ أَبِي نَجِيحٍ، عَنْ مُجَاهِدٍ، عَنِ ابْنِ أَبِي لَيْلَى، عَنْ حُذَيْفَةَ ـ رضى الله عنه ـ قَالَ نَهَانَا النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم أَنْ نَشْرَبَ فِي آنِيَةِ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ، وَأَنْ نَأْكُلَ فِيهَا، وَعَنْ لُبْسِ الْحَرِيرِ وَالدِّيبَاجِ، وَأَنْ نَجْلِسَ عَلَيْهِ‏.‏
Terjemahan
Narasi Hudhaifa

Nabi (ﷺ) melarang kita minum dari bejana emas dan perak, atau makan di dalamnya, Ann juga melarang memakai sutra dan dibaj atau duduk di atasnya.

Comment

Larangan Penggunaan Wadah Emas dan Perak

Larangan menggunakan wadah emas dan perak untuk makan dan minum berasal dari prinsip menghindari pemborosan dan pamer. Wadah semacam itu adalah simbol kemewahan duniawi yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam tentang kesederhanaan dan kerendahan hati. Nabi (ﷺ) berusaha menjauhkan komunitas Muslim dari praktik-praktik yang dapat menyebabkan kesombongan atau perbedaan kelas.

Para ulama telah sepakat bahwa larangan ini berlaku untuk pria dan wanita, meskipun beberapa membuat pengecualian untuk perhiasan wanita karena izin khusus mereka dalam berhias. Larangan ini meluas ke wadah apa pun yang bagian dalamnya dilapisi emas atau perak, bahkan jika bagian luarnya terbuat dari bahan lain.

Larangan Pakaian Sutra

Larangan mengenakan sutra (harir) dan dibaj (sutra mewah yang tebal) secara khusus ditujukan kepada pria dalam hukum Islam. Sutra dianggap sebagai hiasan feminin, dan mengenakannya oleh pria meniru wanita, yang dilarang keras oleh Nabi (ﷺ). Selain itu, sutra mewakili kemewahan berlebihan yang tidak pantas bagi pria Muslim yang seharusnya mewujudkan kesederhanaan dan keterlepasan dari kesenangan duniawi.

Para ulama telah mencatat pengecualian untuk kebutuhan medis, di mana sutra dapat diizinkan jika diperlukan untuk pengobatan kondisi kulit atau penyakit lainnya. Namun, wanita diizinkan mengenakan sutra karena itu termasuk dalam hiasan yang diizinkan bagi mereka, mencerminkan sifat saling melengkapi dari keputusan Islam antara gender.

Larangan Duduk di Atas Sutra

Perluasan larangan untuk duduk di atas perabotan sutra melanjutkan tema menghindari kemewahan dan pemborosan. Ini termasuk karpet sutra, bantal, dan perabotan lainnya yang akan membawa tubuh ke dalam kontak langsung dengan bahan terlarang ini untuk pria.

Para ulama klasik telah menjelaskan bahwa larangan ini berfungsi untuk menumbuhkan kepuasan dengan hidup sederhana dan mencegah hati menjadi terikat pada kesenangan duniawi. Akumulasi barang-barang mewah semacam itu dapat menyebabkan kesombongan dan menjauh dari mengingat Allah dan akhirat.

Hikmah di Balik Larangan-Larangan Ini

Larangan-larangan ini secara kolektif berfungsi untuk memurnikan komunitas Muslim dari praktik-praktik yang terkait dengan kesombongan pra-Islam dan perbedaan kelas. Mereka mendorong moderasi dalam gaya hidup dan mengarahkan kembali kekayaan ke tujuan yang lebih bermanfaat seperti amal, dukungan keluarga, dan pengembangan komunitas.

Keputusan-keputusan ini mencerminkan pendekatan komprehensif Islam dalam mengatur tidak hanya ibadah tetapi juga kebiasaan sehari-hari dan interaksi sosial, memastikan bahwa setiap aspek kehidupan selaras dengan nilai-nilai Islam tentang kesederhanaan, kepuasan, dan keadilan sosial.