حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ، قَالَ حَدَّثَنِي مَالِكٌ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ حُمَيْدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ، أَنَّهُ سَمِعَ مُعَاوِيَةَ بْنَ أَبِي سُفْيَانَ، عَامَ حَجَّ وَهْوَ عَلَى الْمِنْبَرِ، وَهْوَ يَقُولُ ـ وَتَنَاوَلَ قُصَّةً مِنْ شَعَرٍ كَانَتْ بِيَدِ حَرَسِيٍّ ـ أَيْنَ عُلَمَاؤُكُمْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَنْهَى عَنْ مِثْلِ هَذِهِ وَيَقُولُ ‏"‏ إِنَّمَا هَلَكَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ حِينَ اتَّخَذَ هَذِهِ نِسَاؤُهُمْ ‏"‏‏.‏
Terjemahan
Narasi Asma'

(putri Abu Bakr) Rasulullah (ﷺ) telah mengutuk seorang wanita seperti itu karena memanjangkan rambut (dia atau orang lain) secara artifisial atau memanjang rambutnya.

Comment

Eksposisi Larangan

Narasi ini dari Sahih al-Bukhari 5936, yang disampaikan melalui Aisyah (semoga Allah meridhainya), berisi larangan keras dari Nabi Muhammad (saw) mengenai praktik pemanjangan rambut. Kutukan yang disebutkan menandakan ketidaksenangan ilahi yang ekstrem dan jarak dari rahmat Allah, menunjukkan beratnya tindakan ini dalam hukum Islam.

Interpretasi Ulama

Ulama klasik seperti Imam Ibn Hajar al-Asqalani dalam Fath al-Bari menjelaskan bahwa larangan ini berlaku bagi orang yang memasang rambut palsu dan orang yang meminta pemasangan seperti itu. Kecaman ini mencakup potongan rambut buatan, anyaman, dan segala bentuk ekstensi rambut yang menipu orang lain tentang penampilan alami seseorang.

Imam al-Nawawi dalam Sharh Sahih Muslim menjelaskan bahwa keputusan ini berlaku terlepas dari apakah rambut yang dipasang berasal dari sumber yang diizinkan, karena larangan terletak pada tindakan penipuan dan pengubahan ciptaan Allah.

Keputusan Hukum dan Pengecualian

Mayoritas ulama menganggap praktik ini haram (terlarang) berdasarkan kutukan eksplisit dalam hadis. Namun, beberapa ulama Hanafi mengizinkannya bagi seorang wanita untuk menggunakan rambut buatan dengan persetujuan suaminya, meskipun pandangan ini dianggap lemah dibandingkan larangan kenabian yang jelas.

Ulama membuat pengecualian untuk kebutuhan medis, seperti menutupi kerontokan rambut akibat penyakit atau pengobatan, di mana tidak ada niat untuk menipu.

Hikmah di Balik Larangan

Larangan ini memiliki beberapa tujuan: mencegah penipuan dalam kontrak pernikahan, menghindari peniruan terhadap wanita tidak bermoral yang secara historis menggunakan praktik seperti itu, melindungi wanita dari kesombongan, dan melestarikan ciptaan alami Allah tanpa perubahan buatan yang merupakan penipuan.