حَدَّثَنِي مُحَمَّدٌ، حَدَّثَنَا عَبْدَةُ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ، عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ ـ رضى الله عنهما ـ قَالَ لَعَنَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم الْوَاصِلَةَ وَالْمُسْتَوْصِلَةَ، وَالْوَاشِمَةَ وَالْمُسْتَوْشِمَةَ‏.‏
Terjemahan
Narasi Asma'

Seorang wanita bertanya kepada Nabi (ﷺ) sambil berkata, “Ya Rasulullah (ﷺ)! Putriku terkena campak dan rambutnya rontok. Sekarang setelah aku menikahinya, bolehkah aku membiarkannya menggunakan rambut palsu?” Dia berkata (kepadanya), “Allah telah mengutuk wanita yang memanjangkan rambut secara artifisial dan orang yang memanjang rambutnya secara artifisial.”

Comment

Eksposisi Hadis dari Sahih al-Bukhari 5941

Narasi ini dari Kitab Pakaian membahas larangan ekstensi rambut buatan, yang dikenal sebagai "wasl" atau "salb" dalam terminologi Islam. Tanggapan Nabi menetapkan celaan ilahi yang berat bagi pelaku dan penerima tindakan ini.

Sifat Larangan

Kutukan (la'nah) yang disebutkan menunjukkan beratnya tindakan ini dalam hukum Islam. Kutukan berarti dijauhkan dari rahmat Allah, yang diperuntukkan bagi pelanggaran besar yang melibatkan penipuan dan perubahan ciptaan Allah.

Para ulama menjelaskan bahwa larangan ini berlaku terlepas dari bahan yang digunakan - apakah rambut manusia, rambut hewan, atau serat sintetis. Inti larangan terletak pada praktik penipuan dalam mempresentasikan rambut buatan sebagai alami.

Keputusan Hukum dan Pengecualian

Mayoritas ulama klasik, termasuk empat mazhab Sunni, menganggap ekstensi rambut haram (terlarang) berdasarkan hadis eksplisit ini. Beberapa ulama kontemporer membuat pengecualian untuk kebutuhan medis, seperti kerontokan rambut akibat penyakit, tetapi bahkan saat itu memerlukan pengungkapan penuh kepada pasangan.

Keabsahan wig untuk alasan medis masih diperdebatkan di antara ahli hukum modern, dengan sebagian besar mempertahankan larangan karena sifat umum kutukan yang disebutkan dalam hadis.

Kebijaksanaan Dasar

Larangan ini melayani berbagai tujuan: mencegah penipuan dalam pernikahan, mempertahankan ciptaan alami, menghindari peniruan wanita tidak bermoral yang secara historis menggunakan praktik semacam itu, dan melestarikan kepercayaan pernikahan melalui kejujuran tentang penampilan seseorang.

Keputusan ini menekankan prinsip Islam dalam menerima ketetapan Allah mengenai keadaan alami seseorang sambil mengizinkan cara peningkatan yang sah yang tidak melibatkan penipuan atau perubahan mendasar.