Jika saya tidak mendengar Nabi (ﷺ) berkata, "Kamu tidak merindukan kematian," saya akan merindukan (untuk itu).
Eksposisi Hadis dari Sahih al-Bukhari
Riwayat ini dari Sahih al-Bukhari (7233) mengandung hikmah mendalam mengenai hubungan orang beriman dengan kematian. Sahabat menyatakan bahwa jika bukan karena larangan eksplisit Nabi, dia akan menginginkan kematian.
Larangan Terhadap Kerinduan akan Kematian
Nabi (ﷺ) melarang secara aktif menginginkan kematian karena beberapa pertimbangan spiritual. Pertama, kerinduan seperti itu dapat menunjukkan ketidakpuasan dengan Ketetapan Ilahi (Qadr) dan ketidaksabaran dalam menghadapi cobaan. Kedua, hidup mewakili kesempatan untuk mengumpulkan amal baik dan mendekatkan diri kepada Allah melalui ibadah.
Para ulama menjelaskan bahwa meskipun kematian itu sendiri tidak ditakuti oleh orang beriman - karena itu mengarah pada pertemuan dengan Allah - waktu kematian berada dalam pengetahuan sempurna Allah. Menginginkan percepatannya menunjukkan kurangnya kepercayaan pada kebijaksanaan Allah.
Konteks yang Diperbolehkan untuk Menyebutkan Kematian
Para ulama Islam menjelaskan bahwa yang dilarang adalah secara aktif merindukan kematian karena kesulitan duniawi. Namun, mengungkapkan preferensi untuk Akhirat ketika menghadapi cobaan agama ekstrem atau ketika yakin akan keridhaan Allah diperbolehkan, sebagaimana dibuktikan oleh riwayat otentik lainnya.
Perbedaannya terletak pada niat: apakah seseorang mencari pelarian dari kesulitan atau benar-benar menginginkan berkah abadi Surga.
Kebijaksanaan Praktis bagi Orang Beriman
Ajaran ini mendorong umat Islam untuk menjaga keseimbangan - tidak takut akan kematian maupun mencarinya secara prematur. Sikap optimal adalah mempersiapkan kematian melalui amal saleh sambil memaksimalkan hidup dalam ketaatan kepada Allah.
Pernyataan sahabat menunjukkan kepatuhan yang tepat pada bimbingan Kenabian, mengutamakan Sunnah di atas kecenderungan pribadi, sehingga mewujudkan esensi penyerahan diri Islam.