حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلاَمٍ، قَالَ أَخْبَرَنَا عَبْدَةُ، عَنْ هِشَامٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا أَمَرَهُمْ أَمَرَهُمْ مِنَ الأَعْمَالِ بِمَا يُطِيقُونَ قَالُوا إِنَّا لَسْنَا كَهَيْئَتِكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ اللَّهَ قَدْ غَفَرَ لَكَ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ‏.‏ فَيَغْضَبُ حَتَّى يُعْرَفَ الْغَضَبُ فِي وَجْهِهِ ثُمَّ يَقُولُ ‏"‏ إِنَّ أَتْقَاكُمْ وَأَعْلَمَكُمْ بِاللَّهِ أَنَا ‏"‏‏.‏
Terjemahan
Diriwayatkan 'Aisha

Setiap kali Rasulullah (صلى الله عليه وسلم) memerintahkan orang-orang Muslim untuk melakukan sesuatu, dia biasa memerintahkan mereka perbuatan yang mudah bagi mereka untuk dilakukan, (sesuai dengan kekuatan dan daya tahan mereka). Mereka berkata, "Wahai Rasulullah (صلى الله عليه وسلم)! Kami tidak seperti Anda. Allah telah mengampuni dosa-dosamu di masa lalu dan masa depan." Jadi Rasul Allah menjadi marah dan itu terlihat di wajahnya. Dia berkata, "Aku adalah yang paling takut akan Allah, dan mengenal Allah lebih baik daripada kamu semua."

Comment

Komentar Hadis: Sahih al-Bukhari 20

Hadis mulia ini dari Kitab Keimanan dalam Sahih al-Bukhari mengandung hikmah mendalam mengenai praktik keagamaan dan karakter teladan Nabi.

Prinsip Kemudahan dalam Kewajiban Agama

Nabi (ﷺ) secara konsisten menunjukkan bahwa Islam adalah agama kemudahan, bukan kesulitan. Beliau akan mengajar para sahabat sesuai dengan kemampuan individu mereka, memastikan bahwa kewajiban agama tetap dapat diakses oleh semua orang beriman terlepas dari tingkat spiritual mereka.

Ini mencerminkan hikmah ilahi dalam ayat Al-Quran: "Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya" (2:286). Metodologi Nabi mencegah ekstremisme dan menjaga sifat seimbang dari ajaran Islam.

Kesalahpahaman Para Sahabat

Ketika para sahabat menyatakan mereka tidak dapat meneladani Nabi karena status uniknya yang memiliki semua dosa diampuni, mereka keliru dalam memahami hakikat perjuangan agama. Pernyataan mereka, meskipun bermaksud baik, menyiratkan keterbatasan dalam kemampuan mereka untuk mengikuti contoh Nabi.

Ini mencerminkan kecenderungan manusia umum untuk menciptakan hambatan buatan dalam perkembangan spiritual, meremehkan kapasitas seseorang untuk kebenaran ketika membandingkan diri dengan mereka yang berada di tingkat spiritual lebih tinggi.

Kemarahan Saleh Nabi

Kemarahan Nabi bukanlah pribadi tetapi pedagogis - kemarahan saleh yang ditujukan untuk memperbaiki kesalahpahaman berbahaya. Ketidaksenangan yang terlihat berfungsi sebagai momen pengajaran yang kuat tentang pentingnya berusaha untuk keunggulan dalam ibadah terlepas dari status spiritual seseorang.

Pernyataannya "Aku adalah yang paling takut kepada Allah" menetapkan bahwa ibadah teladannya berasal dari kesadaran mendalam akan Allah, bukan hanya dari statusnya yang tanpa dosa. Ini mengajarkan bahwa taqwa (kesadaran akan Tuhan) harus menjadi motivasi utama untuk ibadah, bukan hanya kewajiban legalistik saja.

Wawasan Ilmiah

Imam Ibn Hajar al-Asqalani berkomentar bahwa hadis ini menunjukkan jalan tengah dalam agama - menghindari kelalaian dan ekstremisme. Metodologi Nabi memastikan kewajiban agama tetap dalam kapasitas manusia sambil mendorong pertumbuhan spiritual yang berkelanjutan.

Imam al-Nawawi menekankan bahwa pernyataan Nabi sebagai yang paling berpengetahuan tentang Allah menetapkan bahwa pengetahuan komprehensif tentang Ilahi pasti mengarah pada kesadaran dan ibadah yang meningkat, menciptakan hubungan tak terpisahkan antara pengetahuan dan praktik dalam spiritualitas Islam.