حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ، قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ أَنَسٍ ـ رضى الله عنه ـ عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ ‏"‏ ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ مَنْ كَانَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَمَنْ أَحَبَّ عَبْدًا لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ، وَمَنْ يَكْرَهُ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ بَعْدَ إِذْ أَنْقَذَهُ اللَّهُ، كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُلْقَى فِي النَّارِ ‏"‏‏.‏
Terjemahan
Riwayat Anas

Rasulullah (صلى الله عليه وسلم) bersabda, "Barangsiapa memiliki tiga sifat berikut akan merasakan manisnya iman:

1. Orang yang Allah dan Rasul-Nya menjadi lebih disayangi dari apa pun.

2. Siapa yang mencintai seseorang dan dia mencintainya hanya demi Allah.

3. Siapa yang benci untuk kembali kepada (ateisme) setelah Allah membawa (menyelamatkan) dia keluar darinya, karena dia benci dilemparkan ke dalam api."

Comment

Inti Iman yang Manis

Hadis mulia ini dari Sahih al-Bukhari (21) menguraikan tiga kualitas mendasar yang memungkinkan seorang mukmin mengalami kelezatan sejati (hulw) dari iman. Kelezatan di sini merujuk pada kesenangan spiritual yang mendalam dan kepuasan yang datang dari iman yang sejati, membuat pengabdian agama secara alami menarik bagi jiwa.

Kualitas Pertama: Cinta Tertinggi kepada Allah dan Rasul-Nya

Kondisi utama mengharuskan Allah dan Nabi-Nya menjadi lebih dicintai oleh mukmin daripada semua keterikatan duniawi - termasuk kekayaan, keluarga, dan bahkan diri sendiri. Cinta ini terwujud melalui mengutamakan perintah ilahi di atas keinginan pribadi, mengikuti Sunnah dengan teliti, dan menemukan sukacita dalam ketaatan.

Para ulama menjelaskan cinta ini ditunjukkan dengan: mempelajari Al-Quran dan Hadis, sering mengingat Allah, meneladani karakter Nabi, dan merasakan sakit ketika batasan agama dilanggar.

Kualitas Kedua: Cinta Demi Allah

Ini merujuk pada membentuk ikatan persaudaraan murni untuk keridhaan Allah, tanpa motif duniawi seperti kekerabatan, suku, atau manfaat materi. Cinta seperti itu menciptakan hubungan khusus antara mukmin yang melampaui pertimbangan duniawi dan berakar pada iman yang sama.

Komentator klasik mencatat ini mencakup: mengunjungi sesama mukmin, memberikan nasihat tulus, menyembunyikan kesalahan mereka, mendukung mereka dalam kesulitan, dan menerima permintaan maaf mereka - semua mencari pahala Allah saja.

Kualitas Ketiga: Kebencian terhadap Kekafiran

Mukmin sejati mengembangkan kebencian yang begitu intens terhadap kufr (kekafiran) sehingga kembali kepadanya menjadi semengerikan seperti dilemparkan ke dalam api. Ini menunjukkan kesempurnaan iman, di mana kekafiran menjadi menjijikkan secara spiritual.

Kualitas ini melindungi mukmin dari: keraguan yang melemahkan iman, mengkompromikan prinsip agama, dan cenderung ke lingkungan berdosa. Ini menciptakan penghalang spiritual pelindung di sekitar iman seseorang.

Wawasan Ilmiah

Ibn Hajar al-Asqalani mencatat bahwa ketiga kualitas ini mencakup hak-hak Allah (kualitas pertama), hak-hak ciptaan (kualitas kedua), dan perlindungan iman (kualitas ketiga). Bersama-sama mereka membentuk sistem yang lengkap untuk keunggulan spiritual.

Al-Nawawi menekankan bahwa "merasakan kelezatan" berarti mengalami kesenangan spiritual sedemikian rupa dalam ibadah sehingga menjadi lebih diinginkan daripada kesenangan duniawi, mengubah praktik agama dari beban menjadi kegembiraan.