Kami memasuki 'Ubada bin As-Samit ketika dia sakit. Kami berkata, "Semoga Allah membuat Anda sehat. Maukah Anda menceritakan kepada kami sebuah hadits yang Anda dengar dari Nabi (ﷺ) dan dengan itu Allah dapat membuat Anda mendapat manfaat?" Dia berkata, "Nabi (ﷺ) memanggil kami dan kami memberinya Ikrar Kesetiaan kepada Islam, dan di antara syarat-syarat di mana dia mengambil Ikrar dari kami, adalah bahwa kami harus mendengarkan dan mematuhi (perintah) baik pada saat kami aktif maupun pada saat kami lelah. dan pada saat sulit kami dan dengan nyaman kami dan untuk taat kepada penguasa dan memberinya haknya bahkan jika dia tidak memberi kami hak kami, dan tidak untuk melawannya kecuali kami melihat dia memiliki Kufr terbuka (kekufuran) yang untuk itu kami akan memiliki bukti bersama kami dari Allah."
Bencana dan Akhir Dunia - Sahih al-Bukhari 7055, 7056
Hadis mulia yang diriwayatkan oleh 'Ubada bin As-Samit mengandung prinsip-prinsip dasar yang mengatur hubungan komunitas Muslim dengan kepemimpinannya. Nabi (ﷺ) menetapkan kondisi-kondisi ini selama baiat, menekankan ketaatan kepada otoritas bahkan selama kesulitan dan kesulitan pribadi.
Kondisi Baiat
Baiat mencakup ketaatan selama keadaan aktif dan lelah, dalam keadaan sulit dan mudah. Persyaratan komprehensif ini menunjukkan bahwa ketaatan kepada otoritas yang sah tidak bergantung pada kenyamanan atau kemudahan pribadi tetapi merupakan kewajiban agama.
Kondisi "memberikan haknya bahkan jika dia tidak memberikan hak kita" menetapkan prinsip bahwa hak penguasa atas rakyat tetap mengikat bahkan jika penguasa gagal dalam beberapa tugas. Ini mencegah kekacauan sosial dan menjaga stabilitas politik.
Batasan Ketaatan
Satu-satunya pengecualian untuk ketaatan adalah ketika penguasa melakukan Kufr (kekafiran) terbuka dengan bukti jelas dari Allah. Para ulama menjelaskan ini mengacu pada kekafiran yang jelas dan nyata, bukan sekadar dosa atau ketidakadilan. Persyaratan "bukti dari Allah" menunjukkan bukti harus berasal dari Al-Qur'an atau Sunnah yang otentik.
Pembatasan ini mencegah pemberontakan sewenang-wenang sambil mempertahankan prinsip-prinsip Islam. Kondisi ini memastikan bahwa penghapusan ketaatan hanya terjadi untuk hal-hal yang secara fundamental bertentangan dengan akidah Islam, bukan perbedaan pendapat politik atau kegagalan administratif.
Komentar Ulama
Imam An-Nawawi menjelaskan hadis ini menetapkan kewajiban menaati penguasa Muslim dalam hal-hal yang tidak melibatkan ketidaktaatan kepada Allah. Ibn Hajar al-Asqalani menekankan bahwa "Kufr terbuka" harus tegas dan ditetapkan melalui bukti tekstual yang jelas.
Ajaran ini menjaga persatuan komunitas dan mencegah fitnah (bencana) perselisihan sipil. Kebijaksanaannya terletak pada memprioritaskan stabilitas kolektif sambil mempertahankan batasan teologis, menunjukkan pendekatan Islam yang seimbang terhadap otoritas politik.