(Khalifah Utsman memerintahkan Zaid bin Tsabit, Sa'id bin Al-Ash, Abdullah bin Az-Zubair, dan Abdur-Rahman bin Al-Harits bin Hisyam untuk menulis Al-Qur'an dalam bentuk mushaf, lalu bersabda kepada mereka: "Jika kalian tidak sependapat dengan Zaid bin Tsabit (Al-Anshari) tentang tuturan dialek Arab Al-Qur'an, maka tulislah dengan dialek Quraisy, karena Al-Qur'an diturunkan dengan dialek ini." Maka mereka pun melakukannya.
Konteks Historis Kompilasi Al-Qur'an
Narasi ini dari Sahih al-Bukhari 4984 mendokumentasikan momen kritis ketika Khalifah Utsman bin Affan (semoga Allah meridhainya) menugaskan kompilasi resmi Al-Qur'an menjadi manuskrip terpadu (Mushaf). Ini terjadi sekitar 20 tahun setelah wafatnya Nabi, selama periode ekspansi Islam di mana variasi dalam pembacaan muncul di antara komunitas Muslim baru.
Pemilihan Komite Ilmiah
Utsman dengan hati-hati memilih empat sahabat terkemuka: Zaid bin Tsabit (juru tulis utama wahyu), Sa'id bin Al-As, Abdullah bin Az-Zubair, dan Abdur-Rahman bin Al-Harith. Mereka termasuk yang paling berpengetahuan dalam pelestarian Al-Qur'an, telah menghafalnya langsung dari Nabi dan berpartisipasi dalam dokumentasinya.
Kepemimpinan Zaid bin Tsabit dalam proyek ini mencerminkan status uniknya sebagai juru tulis utama kepada siapa Nabi mendiktekan wahyu. Keahliannya dalam menulis dan menghafal membuatnya sangat memenuhi syarat untuk tugas suci ini.
Prinsip Dialek Quraisy
Instruksi Utsman untuk menggunakan dialek Quraisy ketika terjadi perbedaan pendapat menetapkan prinsip penting standardisasi Al-Qur'an. Al-Qur'an diwahyukan dalam tujuh dialek yang disetujui (ahruf), dengan dialek Quraisy sebagai yang utama dan paling otentik.
Keputusan ini melestarikan kemurnian linguistik wahyu sambil menghilangkan kebingungan. Ini menunjukkan pendekatan sahabat yang teliti dalam melestarikan kata-kata persis seperti yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad, yang berasal dari suku Quraisy.
Pelestarian Ilahi dalam Aksi
Peristiwa ini mencontohkan janji Allah untuk melestarikan Al-Qur'an. Metodologi ilmiah sahabat—verifikasi silang, konsultasi, dan kepatuhan pada sumber utama—memastikan teks tetap tidak berubah dari wahyu aslinya.
Mushaf yang dihasilkan menjadi salinan referensi standar dari mana semua Al-Qur'an berikutnya disalin, mempertahankan integritas tekstual di seluruh dunia Muslim hingga hari ini.