حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ يَزِيدَ الْكَاهِلِيُّ، حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ، عَنْ أَبِي حَصِينٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسِ، رضى الله عنهما‏.‏ ‏{‏وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ‏}‏ قَالَ الشُّعُوبُ الْقَبَائِلُ الْعِظَامُ، وَالْقَبَائِلُ الْبُطُونُ‏.‏
Terjemahan
Diriwayatkan Abu Huraira

Suatu ketika Rasulullah (صلى الله عليه وسلم) ditanya, "Siapa yang paling terhormat di antara orang-orang?" Dia berkata, "Yang paling saleh (yaitu bertakwa Allah) di antara kamu." Mereka berkata, "Kami tidak bertanya kepadamu tentang hal ini." Dia berkata, "Maka Yusuf, nabi Allah."

Comment

Kebajikan dan Keutamaan Nabi (saw) dan Para Sahabatnya

Sahih al-Bukhari - Hadis 3490

Teks Hadis

Suatu kali Rasulullah (ﷺ) ditanya, "Siapakah orang yang paling terhormat di antara manusia?" Beliau berkata, "Yang paling bertakwa (yaitu takut kepada Allah) di antara kalian." Mereka berkata, "Kami tidak menanyakan tentang ini." Beliau berkata, "Maka Yusuf, nabi Allah."

Komentar Ilmiah

Jawaban awal Nabi menetapkan prinsip dasar Islam bahwa kehormatan sejati tidak terletak pada keturunan atau status duniawi, tetapi pada taqwa (kesadaran akan Tuhan). Ini sejalan dengan Quran 49:13: "Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah yang paling bertakwa di antara kamu."

Ketika para penanya mencari individu tertentu, Nabi menyebut Nabi Yusuf, menyoroti kebajikan luar biasanya: imannya yang teguh selama cobaan, kesuciannya ketika dicobai, kebijaksanaan administratifnya, dan pengampunannya terhadap saudara-saudaranya. Ini mengajarkan kita bahwa meskipun kesalehan adalah kriteria umum untuk kehormatan, nabi-nabi tertentu memiliki keutamaan unik yang meningkatkan status mereka.

Jawaban tersebut menunjukkan kebijaksanaan pedagogis Nabi - pertama menetapkan prinsip universal, kemudian memberikan contoh spesifik ketika klarifikasi lebih lanjut diminta.