Nabi (صلى الله عليه وسلم) biasa berdiri di dekat pohon atau kurma pada hari Jumat. Kemudian seorang wanita atau pria Ansari berkata. "Wahai Rasulullah (صلى الله عليه وسلم)! Haruskah kami membuat mimbar untukmu?" Dia menjawab, "Jika Anda mau." Jadi mereka membuat mimbar untuknya dan ketika hari Jumat, dia pergi ke mimbar (untuk menyampaikan khotbah). Kurma menangis seperti anak kecil! Nabi (صلى الله عليه وسلم) turun (mimbar) dan memeluknya sambil terus mengerang seperti anak kecil yang ditenangkan. Nabi (صلى الله عليه وسلم) bersabda, "Ia menangis (hilang) apa yang biasa didengarnya tentang pengetahuan agama yang diberikan di dekatnya."
Kebajikan dan Keutamaan Nabi (saw) dan Para Sahabatnya
Sahih al-Bukhari 3584
Latar Belakang Kontekstual
Narasi ini menggambarkan transisi dari Nabi menyampaikan khutbah sambil bersandar pada pohon kurma ke penggunaan mimbar yang baru dibangun di masjid.
Kaum Ansar, yang dikenal karena kedermawanan dan cinta mereka kepada Nabi, menawarkan untuk membangunkan beliau mimbar agar khotbahnya lebih nyaman dan terlihat oleh jemaah yang semakin bertambah.
Sifat Mukjizat
Tangisan pohon kurma mewakili salah satu dari banyak mukjizat (mu'jizat) yang diberikan kepada Nabi Muhammad (ﷺ) dengan izin Allah.
Benda mati yang menunjukkan kesadaran dan emosi mengonfirmasi kebenaran Nabi dan status khususnya di hadapan Allah.
Mukjizat ini menyerupai bagaimana gunung dan burung bertasbih kepada Allah bersama Nabi Dawud, menunjukkan bagaimana Allah memberikan tanda-tanda khusus kepada para utusan-Nya.
Signifikansi Spiritual
Kerinduan pohon akan zikir kepada Allah dan pengetahuan agama mengajarkan kita tentang spiritualitas yang melekat dalam ciptaan.
Jika sebatang pohon saja merindukan pengetahuan agama, apalagi manusia, yang dikaruniai akal, harus berusaha mencari dan melestarikan pengetahuan ilahi.
Tanggapan Nabi yang penuh kasih menunjukkan belas kasihannya terhadap semua ciptaan, bahkan tumbuhan.
Komentar Ilmiah
Ulama klasik mencatat bahwa insiden ini membuktikan benda dapat memiliki kesadaran dengan kehendak Allah, meskipun berbeda dengan kesadaran manusia.
Ibn Hajar al-Asqalani menjelaskan bahwa tangisan pohon itu disebabkan oleh rindu akan kedekatan dengan wahyu dan kehadiran Nabi yang diberkati.
Peristiwa ini menetapkan keutamaan menghadiri majelis ilmu secara konsisten dan manfaat spiritual dari pertemuan semacam itu.