Nabi (ﷺ) bersabda, "Seorang pezina, pada saat dia melakukan hubungan seksual secara haram bukanlah orang yang beriman; dan seseorang, pada saat minum minuman beralkohol bukanlah orang percaya; dan seorang pencuri, pada saat mencuri, bukanlah orang percaya." Ibnu Shihab berkata: 'Abdul Malik bin Abi Bakr bin 'Abdur-Rahman bin Al-Harith bin Hisyam mengatakan kepadaku bahwa Abu Bakar biasa meriwayatkan riwayat itu kepadanya atas kewibawaan Abu Huraira. Dia biasa menambahkan bahwa Abu Bakar biasa menyebutkan, selain kasus-kasus di atas, "Dan dia yang merampok (mengambil sesuatu secara ilegal dengan paksa) ketika orang-orang memandangnya, bukanlah orang mukmin pada saat dia merampok (mengambil).
Komentar Hadis: Penangguhan Sementara Iman Selama Dosa Besar
Narasi mendalam ini dari Sahih al-Bukhari (5578) membahas hubungan antara dosa besar dan keadaan iman. Nabi (ﷺ) menetapkan tiga pelanggaran berat: zina, minum alkohol, dan pencurian - menyatakan bahwa selama pelaksanaan sebenarnya dari tindakan ini, pelakunya "bukan seorang mukmin."
Interpretasi Ulama tentang "Bukan Mukmin"
Ulama klasik menjelaskan bahwa ini tidak berarti orang tersebut keluar dari Islam sepenuhnya, melainkan kesempurnaan iman mereka ditangguhkan selama tindakan berdosa. Sebagaimana Imam An-Nawawi menyatakan: "Ini berarti iman lengkap yang mengharuskan keselamatan, bukan iman dasar yang mencegah azab abadi."
Ibn Hajar al-Asqalani menjelaskan dalam Fath al-Bari bahwa ini menunjukkan kekurangan iman selama dosa, bukan peniadaan lengkapnya. Iman seorang mukmin berkurang tetapi tidak dihapuskan.
Narasi Tambahan tentang Perampokan
Laporan tambahan melalui Abu Bakr menambahkan perampokan publik ke dalam dosa-dosa berat ini. Ini menekankan keparahan khusus dari melakukan kejahatan secara terbuka, yang menunjukkan pengabaian yang tak tahu malu terhadap hukum ilahi dan moralitas publik.
Implikasi Praktis dan Pelajaran Spiritual
Hadis ini berfungsi sebagai pencegah yang kuat, mengingatkan umat Islam bahwa iman bukan hanya sekadar label tetapi keadaan yang dapat dikompromikan oleh tindakan. Ini mengajarkan bahwa iman sejati harus terwujud dalam ketaatan kepada perintah Allah dan menghindari larangan-Nya.
Sifat sementara dari penangguhan ini juga mengandung rahmat Allah - begitu tindakan berdosa berhenti, mukmin dapat bertobat dan memulihkan keadaan spiritual mereka melalui tawbah (pertobatan) yang tulus.