حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ مُوسَى، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ، عَنِ ابْنِ طَاوُسٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ـ رضى الله عنه ـ قَالَ أُرْسِلَ مَلَكُ الْمَوْتِ إِلَى مُوسَى ـ عَلَيْهِمَا السَّلاَمُ ـ فَلَمَّا جَاءَهُ صَكَّهُ، فَرَجَعَ إِلَى رَبِّهِ، فَقَالَ أَرْسَلْتَنِي إِلَى عَبْدٍ لاَ يُرِيدُ الْمَوْتَ‏.‏ قَالَ ارْجِعْ إِلَيْهِ، فَقُلْ لَهُ يَضَعُ يَدَهُ عَلَى مَتْنِ ثَوْرٍ، فَلَهُ بِمَا غَطَّتْ يَدُهُ بِكُلِّ شَعَرَةٍ سَنَةٌ‏.‏ قَالَ أَىْ رَبِّ، ثُمَّ مَاذَا قَالَ ثُمَّ الْمَوْتُ‏.‏ قَالَ فَالآنَ‏.‏ قَالَ فَسَأَلَ اللَّهَ أَنْ يُدْنِيَهُ مِنَ الأَرْضِ الْمُقَدَّسَةِ رَمْيَةً بِحَجَرٍ‏.‏ قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ‏"‏ لَوْ كُنْتُ ثَمَّ لأَرَيْتُكُمْ قَبْرَهُ إِلَى جَانِبِ الطَّرِيقِ تَحْتَ الْكَثِيبِ الأَحْمَرِ ‏"‏‏.‏ قَالَ وَأَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ هَمَّامٍ حَدَّثَنَا أَبُو هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم نَحْوَهُ‏.‏
Terjemahan
Diriwayatkan Abu Huraira

Rasulullah (صلى الله عليه وسلم) berkata, "Adam dan Musa saling berdebat. Musa berkata kepada Adam. 'Kamu adalah Adam yang kesalahannya mengusirmu dari Firdaus.' Adam berkata kepadanya, 'Engkau adalah Musa yang dipilih Allah sebagai Rasul-Nya dan sebagai orang yang kepadanya Dia berbicara secara langsung; Namun Anda menyalahkan saya atas sesuatu yang telah tertulis dalam nasib saya sebelum penciptaan saya?" Rasulullah (صلى الله عليه وسلم) berkata dua kali, "Jadi, Adam mengalahkan Musa."

Comment

Perdebatan Antara Adam dan Musa

Riwayat ini dari Sahih al-Bukhari (3409) menyajikan wacana teologis yang mendalam antara dua nabi besar, mengilustrasikan prinsip-prinsip Islam mendasar mengenai ketetapan ilahi dan tanggung jawab manusia.

Konteks dan Latar

Dialog ini terjadi di alam spiritual di mana para nabi dapat berkomunikasi melintasi waktu. Musa, mewakili Hukum dan keadilan ketat, menghadapi Adam tentang kesalahan primordial yang menyebabkan pengusiran umat manusia dari Surga.

Tanggapan Adam menunjukkan pemahaman superior akan hikmah ilahi, mengakui kesalahannya sambil menyadari itu terjadi dalam rencana yang telah ditetapkan Allah.

Signifikansi Teologis

Perdebatan ini berpusat pada keseimbangan antara takdir ilahi (qadar) dan akuntabilitas manusia. Adam mengakui kesalahannya sambil memahami bahwa itu telah tertulis dalam takdirnya sebelum penciptaan.

Musa menekankan tanggung jawab manusia, sementara Adam menunjukkan bagaimana ketetapan ilahi mencakup semua peristiwa tanpa meniadakan akuntabilitas pribadi.

Argumen Superior Adam

Kemenangan Adam dalam argumen ini berasal dari pemahamannya yang komprehensif bahwa pengetahuan Allah mencakup semua hal sebelum terjadinya, seperti yang dinyatakan dalam Al-Qur'an: "Tidak ada bencana yang menimpa di bumi atau di antara kamu sendiri kecuali itu telah tercatat dalam sebuah kitab sebelum Kami mewujudkannya" (57:22).

Ini tidak meniadakan pilihan manusia tetapi menempatkannya dalam kerangka hikmah dan pengetahuan ilahi yang lebih luas.

Komentar Ilmiah

Ulama klasik menjelaskan bahwa argumen Adam menang karena ia menyadari bahwa kesalahannya, meskipun tanggung jawabnya, adalah bagian dari rencana Allah yang lebih besar yang mengandung hikmah di luar pemahaman manusia.

Ibn Hajar al-Asqalani mencatat dalam Fath al-Bari bahwa hadis ini mengajarkan Muslim untuk menghindari menyalahkan orang lain atas hal-hal yang telah ditakdirkan sambil tetap mempertahankan tanggung jawab pribadi atas tindakan seseorang.