حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ عُمَرَ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، قَالَ أَخْبَرَنِي حَبِيبُ بْنُ أَبِي ثَابِتٍ، قَالَ سَمِعْتُ إِبْرَاهِيمَ بْنَ سَعْدٍ، قَالَ سَمِعْتُ أُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ، يُحَدِّثُ سَعْدًا عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ ‏"‏ إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَدْخُلُوهَا، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا مِنْهَا ‏"‏‏.‏ فَقُلْتُ أَنْتَ سَمِعْتَهُ يُحَدِّثُ سَعْدًا وَلاَ يُنْكِرُهُ قَالَ نَعَمْ‏.‏
Terjemahan
Diriwayatkan Saud

Nabi (ﷺ) bersabda, "Jika kamu mendengar wabah di suatu negeri, janganlah kamu masuk; tetapi jika tulah itu terjadi di suatu tempat saat kamu berada di dalamnya, jangan tinggalkan tempat itu."

Comment

Teks & Konteks Hadis

"Jika kamu mendengar wabah penyakit di suatu negeri, jangan memasukinya; tetapi jika wabah itu terjadi di suatu tempat saat kamu berada di dalamnya, jangan tinggalkan tempat itu." (Sahih al-Bukhari 5728)

Ajaran mendalam dari Nabi Muhammad (ﷺ) ini membahas perilaku yang tepat selama wabah epidemi, menetapkan prinsip karantina dan penahanan yang menunjukkan pandangan jauh ke depan dalam manajemen kesehatan masyarakat.

Analisis Linguistik

Istilah "ṭā'ūn" (wabah) secara khusus merujuk pada penyakit epidemi yang menyebabkan kematian luas. Ulama klasik mencatat bahwa keputusan ini diperluas dengan analogi ke semua epidemi menular yang mengancam kesehatan masyarakat.

Larangan "lā tadkhulūhā" (jangan memasukinya) menggunakan partikel negatif yang tegas, menunjukkan kekuatan larangan ini ketika wabah dikonfirmasi di suatu wilayah.

Keputusan Hukum & Kebijaksanaan

Imam al-Nawawi menjelaskan bahwa hadis ini menetapkan dua prinsip saling melengkapi: pencegahan dengan menghindari daerah yang terkena, dan penahanan dengan tetap berada di daerah yang terkena untuk mencegah penyebaran lebih lanjut.

Ibn Hajar al-Asqalani mencatat dalam Fath al-Bari bahwa larangan ini melayani berbagai kebijaksanaan: melindungi kesehatan individu, mencegah penularan komunitas, dan menunjukkan kepercayaan pada Ketetapan Ilahi (qadar).

Keputusan ini berlaku terlepas dari apakah seseorang takut pada penyakit atau tidak, karena ini merupakan kewajiban kolektif (farḍ kifāyah) untuk melindungi kesejahteraan publik.

Dimensi Spiritual

Tetap berada di daerah yang terkena wabah sambil mempercayai ketetapan Allah memberikan pahala syahid kepada orang beriman, sebagaimana ditetapkan dalam riwayat otentik lainnya.

Ajaran ini dengan indah menyeimbangkan mengambil cara yang diizinkan (asbāb) dengan ketergantungan sepenuhnya pada Allah (tawakkul), menolak gagasan pra-Islam tentang penularan sebagai penyebab independen yang terpisah dari Kehendak Ilahi.

Aplikasi Kontemporer

Ulama modern secara bulat menerapkan keputusan ini ke semua epidemi menular, termasuk COVID-19, Ebola, dan wabah serupa, menjadikannya relevan selamanya untuk kebijakan kesehatan masyarakat.

Prinsip-prinsip yang ditetapkan dalam hadis ini membentuk dasar untuk peraturan karantina Islam dan menunjukkan pendekatan komprehensif Islam dalam melestarikan kehidupan, salah satu dari lima tujuan esensial hukum Islam (maqāṣid al-sharī'ah).