Seorang pria bernama Labid bin al-A'sam dari suku Bani Zaraiq mengerjakan sihir pada Rasulullah (ﷺ) sampai Rasulullah (ﷺ) mulai membayangkan bahwa dia telah melakukan sesuatu yang tidak benar-benar dia lakukan. Suatu hari atau satu malam dia bersama kami, dia memohon kepada Allah dan memohon untuk waktu yang lama, dan kemudian berkata, "Wahai 'Aisha! Tahukah kamu bahwa Allah telah memerintahkan aku tentang hal yang telah aku tanyakan kepadanya? Dua pria datang kepadaku dan salah satu dari mereka duduk di dekat kepalaku dan yang lainnya di dekat kakiku. Salah satu dari mereka berkata kepada temannya, "Apa penyakit orang ini?" Yang lain menjawab, "Dia berada di bawah pengaruh sihir." Yang pertama bertanya, 'Siapa yang telah melakukan sihir padanya?' Yang lain menjawab, "Labid bin Al-A'sam.' Yang pertama bertanya, 'Bahan apa yang dia gunakan?' Yang lain menjawab, 'Sisir dan rambut-rambut menempel padanya dan kulit serbuk sari pohon kurma jantan.' Yang pertama bertanya, 'Di mana itu?' Yang lain menjawab, '(Artinya) di sumur Dharwan;' "Maka Rasulullah (ﷺ) bersama beberapa sahabatnya pergi ke sana dan kembali berkata, "Wahai 'Aisha, warna airnya seperti infus daun Henna. Puncak pohon kurma di dekatnya seperti kepala iblis." Saya bertanya. "Wahai Rasulullah (ﷺ)? Mengapa Anda tidak menunjukkannya (kepada orang-orang)?" Dia berkata, "Karena Allah menyembuhkan aku, aku tidak suka membiarkan kejahatan menyebar di antara orang-orang." Kemudian dia memerintahkan agar sumur itu diisi dengan tanah.
Paparan Insiden Sihir
Narasi ini dari Sahih al-Bukhari (5763) menceritakan insiden di mana Rasulullah (ﷺ) terkena sihir. Para ulama menjelaskan bahwa ini terjadi untuk menunjukkan kemanusiaan Nabi dan menetapkan bahwa sihir memiliki efek nyata, sambil menunjukkan perlindungan Allah yang tertinggi atas Rasul-Nya.
Komentar Ilmiah tentang Sifat Sihir
Komentator klasik mencatat bahwa sihir menyebabkan Nabi membayangkan melakukan hal-hal yang sebenarnya tidak dilakukannya, menunjukkan bahwa efeknya adalah pada persepsi daripada kenyataan. Ini melestarikan ketidakbersalahan wahyu sambil mengakui kerentanan fisik dari sifat manusia Nabi.
Ibn Hajar al-Asqalani menjelaskan dalam Fath al-Bari bahwa insiden ini terjadi sebelum turunnya Mu'awwidhatayn (Surah al-Falaq dan Surah an-Nas), yang kemudian memberikan perlindungan lengkap terhadap gangguan seperti itu.
Intervensi Ilahi dan Penyembuhan
Dua sosok yang muncul dipahami oleh para ulama sebagai malaikat yang diutus oleh Allah untuk mendiagnosis dan mengungkap sumber gangguan. Ini menunjukkan perhatian khusus Allah atas Rasul-Nya dan keunggulan pengetahuan ilahi atas tipu daya manusia.
Al-Qurtubi mencatat bahwa bahan-bahan spesifik yang digunakan - rambut sisir dan serbuk sari kurma - dipilih karena kaitannya dengan barang-barang pribadi Nabi, menunjukkan bagaimana sihir sering menggunakan barang milik pribadi untuk membangun koneksi spiritual.
Kebijaksanaan dalam Penyembunyian
Keputusan Nabi untuk tidak menampilkan bahan-bahan sihir secara publik mengandung kebijaksanaan yang mendalam. Para ulama menjelaskan ini mencegah penyebaran pengetahuan jahat dan menghindari memberikan sorotan pada ilmu sihir. Ini juga mengajarkan umat untuk fokus pada penyembuhan daripada terpaku pada praktik berbahaya.
Ibn al-Qayyim mengamati dalam Zad al-Ma'ad bahwa mengisi sumur mencegah orang lain dirugikan oleh efek sihir yang tersisa, menunjukkan prinsip Islam untuk menghilangkan bahaya dari ruang publik.