Ketika Nabi (صلى الله عليه وسلم) berkata, "Sami'a l-lahu liman hamidah," (Allah mendengar orang-orang yang mengirim pujian kepada-Nya), dia akan berkata, "Rabbana wa laka l-hamd." Saat membungkuk dan mengangkat kepalanya darinya, Nabi (صلى الله عليه وسلم) biasa mengucapkan Takbir. Dia juga biasa mengucapkan Takbir tentang bangkit setelah dua sujud itu. (Lihat Hadis No. 656).
Komentar Hadis: Doa Kenabian
Dari Sahih al-Bukhari, Hadis 795: Narasi ini menerangi cara tepat di mana Utusan Allah (ﷺ) melaksanakan doanya, berfungsi sebagai model utama bagi Ummah. Pengulangan konsisten Nabi dari "Allahu Akbar" (Takbir) pada setiap transisi menunjukkan bahwa doa adalah percakapan suci dengan Ilahi, di mana setiap gerakan ditandai dengan zikir ilahi.
Penjelasan Ilmiah tentang "Sami'a l-lahu liman hamidah"
Ketika Imam melantunkan "Sami'a l-lahu liman hamidah," itu menandakan bahwa Allah menerima dan menanggapi pujian yang ditawarkan oleh hamba-hamba-Nya. Tanggapan jamaah "Rabbana wa laka l-hamd" (Tuhan kami, bagi-Mu segala puji) melengkapi pertukaran spiritual ini, mengakui bahwa semua pujian sejati hanya milik Allah.
Ulama klasik seperti Imam Nawawi menjelaskan bahwa pertukaran ini mewakili dialog intim antara Pencipta dan ciptaan - Allah pertama-tama mengakui pujian penyembah, kemudian penyembah menanggapi dengan rasa syukur yang komprehensif.
Signifikansi Takbir dalam Transisi Doa
Praktik Nabi mengucapkan Takbir saat rukuk, bangun dari rukuk, dan bangun dari sujud melayani berbagai tujuan spiritual: itu mempertahankan zikir terus-menerus kepada Allah, menandai batas antara postur doa, dan menekankan bahwa semua gerakan dalam doa adalah untuk keagungan Allah semata.
Ibn Qayyim al-Jawziyya mencatat bahwa Takbir-takbir ini berfungsi sebagai transisi spiritual, memastikan hati penyembah tetap terhubung dengan Allah sepanjang gerakan fisik doa, mencegah gangguan dan mempertahankan penghormatan yang tepat.
Keputusan Hukum dan Praktik Jemaah
Menurut mazhab Hanafi, jemaah mengucapkan "Rabbana wa laka l-hamd" saat bangun dari rukuk. Mazhab Syafi'i dan Hanbali berpendapat bahwa itu diucapkan setelah berdiri tegak. Semua mazhab sepakat tentang sifat wajib mengikuti contoh Nabi dalam hal-hal ini.
Hadis ini menetapkan bahwa lantunan Imam "Sami'a l-lahu liman hamidah" adalah untuk dirinya sendiri dan jemaah, sementara tanggapan "Rabbana wa laka l-hamd" adalah untuk semua penyembah, menciptakan paduan suara spiritual yang harmonis dalam doa berjemaah.