Nabi (صلى الله عليه وسلم) sering bersabda dalam sujud dan sujudnya, "Subhanaka l-lahumma Rabbana wa bihamdika, Allahumma ghfir li" (Ditinggikan [dari sifat-sifat yang tidak pantas] Apakah engkau, ya Allah Tuhan kami, dan dengan pujian-Mu [aku meninggikan engkau]. Ya Allah! Maafkan saya). Dengan cara ini dia bertindak berdasarkan apa yang dijelaskan kepadanya dalam Al-Qur'an.
Tafsir Doa Kenabian
Hadis mulia dari Ṣaḥīḥ al-Bukhārī (817) menyajikan formula ibadah yang komprehensif terdiri dari tiga segmen mendalam, masing-masing melayani tujuan spiritual yang berbeda menurut ilmu klasik.
Analisis Linguistik & Teologis
"Subḥānaka Allāhumma Rabbanā" - Frasa pembuka ini menetapkan transendensi mutlak Allah (tanzīh) dari segala ketidaksempurnaan, sambil menegaskan Kekuasaan-Nya melalui sapaan intim "Tuhan Kami".
"Wa biḥamdika" - Kata penghubung "wa" (dan) menunjukkan bahwa pujian secara intrinsik terkait dengan kesempurnaan Allah, menciptakan keseimbangan antara transendensi dan imanensi dalam pengakuan ilahi.
Fondasi Qur'an
Doa ini secara sempurna mewujudkan perintah ilahi dalam Surah al-Naṣr: "Dan agungkanlah pujian Tuhanmu dan mohonlah ampunan-Nya" (110:3), menunjukkan bagaimana Nabi (ﷺ) segera menerapkan bimbingan Qur'an.
Urutan ini mencerminkan hierarki spiritual: dimulai dengan transendensi Allah, dilanjutkan dengan pengakuan bersyukur atas berkah-Nya, dan diakhiri dengan kebutuhan hamba akan pengampunan.
Dimensi Yuridis
Para ulama mencatat hikmah pengulangan yang sering selama rukuk (rukūʿ) dan sujud (sujūd) - posisi kerendahan hati tertinggi di mana kebutuhan hamba akan pengampunan menjadi paling jelas.
Imam al-Nawawī menekankan bahwa dzikir komprehensif ini menggabungkan pengagungan, pujian, dan pencarian pengampunan - tiga elemen esensial penghambaan yang memurnikan ibadah dari riya.