'Abdullah berkata, "Setiap kali kami shalat di belakang Nabi (صلى الله عليه وسلم) kami biasa membaca (dalam duduk) 'Sejahtera bagi Jibril, Mikhael, saw. Suatu ketika Rasulullah (صلى الله عليه وسلم) memandang kembali ke arah kami dan berkata, 'Allah sendiri adalah As-Salam (Damai), dan jika ada di antara kamu yang berdoa maka dia harus berkata, at-Tahiyatu li l-lahi wa ssalawatu wa t-taiyibat. As-salamu 'alalika aiyuha n-Nabiyu wa rahmatu l-lahi wa barakatuh. Assalamu 'alaina wa 'ala 'ibadi l-lahi s-salihin. (Semua pujian, doa-doa dan hal-hal yang baik adalah karena Allah, shallallahu 'alaihi wa sallam, dan rahmat dan rahmat Allah ('alaihi rahmatmu]. Damai sejahtera bagi kami dan atas subjek Allah yang saleh). (Jika Anda mengatakan itu, itu akan menjangkau semua subjek di langit dan bumi). Ash-hadu al-la ilaha illa l-lah, wa ash-hadu anna Muhammadan `Abduhu wa Rasuluh. (Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan [layak disembah] selain Allah, dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan rasul-Nya).
Insiden dan Koreksinya
Narasi ini dari Abdullah ibn Mas'ud (semoga Allah meridhainya) dalam Sahih al-Bukhari 831 mengungkapkan momen krusial di mana Para Sahabat, dalam ketulusan pengabdian mereka, melafalkan salam kepada malaikat tertentu selama shalat. Nabi Muhammad (ﷺ) langsung mengoreksi praktik ini, mengajarkan mereka format Tasyahhud yang ditetapkan secara ilahi. Ini menunjukkan bahwa tindakan ibadah (ibadat) harus didasarkan semata-mata pada bimbingan kenabian dan bukan pada pendapat pribadi atau inovasi, tidak peduli seberapa baik niatnya.
Tasyahhud yang Ditetapkan: Uraian Ilmiah
At-Tahiyyatu lillahi...: "Segala pujian, doa, dan kata-kata murni adalah untuk Allah." Pembukaan ini menetapkan prinsip dasar Tauhid. Setiap tindakan penghormatan, setiap bentuk ibadah, dan setiap perbuatan baik secara inheren hanya untuk Allah semata. Ini adalah deklarasi hak mutlak Allah untuk dimuliakan.
As-salamu 'alayka ayyuha n-Nabiyyu...: "Salam sejahtera atasmu, wahai Nabi, dan rahmat Allah serta berkah-Nya." Ini adalah sapaan langsung kepada Nabi (ﷺ). Para ulama menjelaskan bahwa beliau hidup di kuburnya dalam kehidupan barzakh yang lebih unggul dari kehidupan duniawi kita, dan beliau menjawab salam umatnya. Bagian ini adalah hak Nabi atas pengikutnya.
As-salamu 'alayna wa 'ala 'ibadillahis-salihin: "Salam sejahtera atas kami dan atas hamba-hamba Allah yang saleh." Ini adalah doa komprehensif untuk orang yang beribadah dan semua orang beriman yang saleh, baik di langit maupun di bumi. Pernyataan Nabi (ﷺ) bahwa "itu akan sampai kepada semua hamba Allah yang saleh" mengonfirmasi keampuhan spiritual universalnya, menghubungkan orang beriman dengan seluruh komunitas orang beriman.
Ash-hadu an la ilaha illallah wa ash-hadu anna Muhammadan 'abduhu wa rasuluh: "Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya." Ini adalah kesaksian iman inti (Syahadat). Frasa "'abduhu wa rasuluh" (hamba-Nya dan utusan-Nya) dengan sempurna merangkum status Nabi Muhammad (ﷺ)—kehormatan tertinggi dalam penghambaannya kepada Allah dan perannya sebagai utusan terakhir.
Keputusan Hukum dan Spiritual (Ahkam)
Mayoritas ulama, termasuk dari mazhab Hanafi, Syafi'i, dan Hanbali, berpendapat bahwa melafalkan Tasyahhud dengan kata-kata tepat yang diajarkan oleh Nabi (ﷺ) adalah wajib. Melafalkan Tasyahhud khusus ini adalah rukun shalat; tanpanya, shalat tidak sah. Hadis ini adalah bukti utama untuk kata-kata Tasyahhud pertama (pada rakaat kedua). Hikmah di balik formulasi tepat ini adalah bahwa itu secara komprehensif mencakup hak-hak Allah (Tauhid dan ibadah), hak-hak Nabi-Nya (salam dan pengakuan), dan hak-hak komunitas beriman (doa untuk kedamaian dan kebenaran).