حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ، عَنْ مَالِكٍ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، عَنْ أَبِيهِ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ حَذْوَ مَنْكِبَيْهِ إِذَا افْتَتَحَ الصَّلاَةَ، وَإِذَا كَبَّرَ لِلرُّكُوعِ، وَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوعِ رَفَعَهُمَا كَذَلِكَ أَيْضًا وَقَالَ ‏"‏ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ ‏"‏‏.‏ وَكَانَ لاَ يَفْعَلُ ذَلِكَ فِي السُّجُودِ‏.‏
Terjemahan
Diriwayatkan Salim bin 'Abdullah

Ayah saya berkata, "Rasulullah (صلى الله عليه وسلم) biasa mengangkat kedua tangannya setinggi bahunya saat membuka shalat; dan pada saat mengucapkan Takbir untuk membungkuk. Dan ketika mengangkat kepalanya dari membungkuk, dia biasa melakukan hal yang sama dan kemudian berkata "Sami'a l-lahu liman hamidah, Rabbana wa laka l-hamd." Dan dia tidak melakukan itu (yaitu mengangkat tangannya) dalam sujud.

Comment

Teks & Konteks Hadis

"Ayahku berkata, 'Rasulullah (ﷺ) biasa mengangkat kedua tangannya hingga setinggi bahu saat memulai shalat; dan saat mengucapkan Takbir untuk ruku'. Dan saat mengangkat kepalanya dari ruku', beliau melakukan hal yang sama dan kemudian mengucapkan "Sami`a l-lahu liman hamidah, Rabbana wa laka l-hamd." Dan beliau tidak melakukan itu (yaitu mengangkat tangan) dalam sujud.'"

Kitab: Sahih al-Bukhari | Hadis: Sahih al-Bukhari 735

Komentar Ilmiah

Narasi ini menetapkan tiga posisi spesifik selama shalat di mana pengangkatan tangan (raf' al-yadayn) diatur: pada takbir pembuka, saat ruku', dan saat bangun dari ruku'. Tangan diangkat setinggi bahu dengan jari-jari terbuka secara alami.

Hikmah di balik mengangkat tangan menunjukkan ketundukan dan pengagungan Allah, seolah-olah orang yang beribadah melepaskan kekhawatiran duniawi. Saat bangun dari ruku', tangan diangkat sebelum mengucapkan "Sami'a Allahu liman hamidah" untuk mempertahankan urutan gerakan yang tepat.

Pengecualian eksplisit pengangkatan tangan selama sujud memperjelas bahwa praktik ini terbatas hanya pada tiga contoh ini saja, mencegah inovasi dalam tindakan shalat yang tidak ditetapkan oleh Nabi.

Keputusan Hukum

Hadis ini menjadi bukti utama untuk Sunnah mengangkat tangan dalam shalat menurut mayoritas ulama termasuk Imam al-Shafi'i dan Imam Ahmad. Mazhab Hanafi menafsirkan narasi serupa secara berbeda, membatasi pengangkatan tangan hanya pada takbir pembuka.

Praktik ini dianggap Sunnah yang ditekankan (Sunnah mu'akkadah), dan menghilangkannya dengan sengaja tanpa alasan yang valid tidak disukai tetapi tidak membatalkan shalat menurut kebanyakan ulama.

Signifikansi Spiritual

Setiap pengangkatan tangan melambangkan melepaskan gangguan dan sepenuhnya beralih kepada Allah. Gerakan ini secara fisik menunjukkan transisi antara postur shalat sambil mempertahankan kesadaran spiritual yang berkelanjutan.

Sinkronisasi tindakan fisik dengan zikir lisan (takbir) menggambarkan integrasi tubuh dan jiwa dalam ibadah, memenuhi perintah Al-Qur'an untuk "mendirikan shalat" dalam bentuknya yang lengkap.