حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ، حَدَّثَنِي اللَّيْثُ، عَنْ عُقَيْلٍ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، وَسَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ أَتَى رَجُلٌ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَهْوَ فِي الْمَسْجِدِ فَنَادَاهُ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي زَنَيْتُ‏.‏ فَأَعْرَضَ عَنْهُ‏.‏ فَلَمَّا شَهِدَ عَلَى نَفْسِهِ أَرْبَعًا قَالَ ‏"‏ أَبِكَ جُنُونٌ ‏"‏‏.‏ قَالَ لاَ‏.‏ قَالَ ‏"‏ اذْهَبُوا بِهِ فَارْجُمُوهُ ‏"‏‏.‏
Terjemahan
Diriwayatkan Abu Huraira

Seorang pria datang kepada Rasulullah (ﷺ) ketika dia berada di masjid, dan memanggilnya, berkata, "Wahai rasul Allah! Saya telah melakukan hubungan seksual ilegal." Nabi (ﷺ) memalingkan wajahnya ke sisi lain, tetapi ketika orang itu memberikan empat saksi terhadap dirinya sendiri, Nabi (ﷺ) berkata kepadanya, "Apakah engkau gila?" Pria itu berkata, "Tidak." Maka Nabi (ﷺ) berkata (kepada teman-temannya), "Ambillah dia dan rajamlah dia sampai mati."

Comment

Insiden Ma'iz ibn Malik

Riwayat dari Sahih al-Bukhari 7167 ini menceritakan insiden mendalam Ma'iz ibn Malik yang datang untuk mengakui zina (hubungan seksual ilegal) di hadapan Nabi Muhammad (ﷺ). Ketekunan pria itu dalam mencari pemurnian melalui hukuman yang ditetapkan menunjukkan kekuatan transformatif hukum Islam dalam membersihkan dosa dan memulihkan kemurnian spiritual.

Komentar Ilmiah tentang Prosedur Hukum

Awalnya Nabi berpaling menandakan prinsip hukum Islam untuk mencari alternatif hukuman hudud kapan pun memungkinkan. Para ulama mencatat ini mencerminkan rahmat ilahi dan preferensi untuk pertobatan daripada hukuman.

Persyaratan empat saksi atau pengakuan diri menetapkan standar bukti tinggi dalam hukum Islam untuk membuktikan zina, membuat implementasi jarang dan melindungi masyarakat dari tuduhan palsu.

Pertanyaan "Apakah kamu gila?" menunjukkan kepedulian Nabi terhadap keadaan mental pengaku, karena hukum Islam membebaskan mereka yang tidak waras dari tanggung jawab hukum.

Dimensi dan Kebijaksanaan Spiritual

Insiden ini menggambarkan konsep Islam bahwa menanggung hukuman duniawi menebus dosa dan mencegah hukuman di akhirat. Ulama klasik menekankan bahwa pengakuan tulus seperti itu mencerminkan iman yang mendalam dan keinginan untuk pengampunan Allah.

Lokasi di masjid menekankan keseriusan masalah sambil mempertahankan kesucian masjid sebagai tempat mencari bimbingan dan pemurnian.

Keputusan Hukum yang Diperoleh

Hadis ini menetapkan bahwa pengakuan harus jelas, spesifik, dan diulang tanpa paksaan. Hukuman hanya dilaksanakan ketika semua kondisi terpenuhi dan alternatif habis.

Para ulama menyimpulkan dari ini bahwa hukuman Islam berfungsi sebagai pencegah dan pemurnian, menyeimbangkan hak Allah dengan kesejahteraan masyarakat dan keadaan spiritual individu.