Rasulullah SAW bersabda, “Tidak seorang pria boleh tinggal bersama seorang wanita dalam pengasingan kecuali di hadapan seorang Dhu- Muhram.” ﷺ Seorang pria berdiri dan berkata, “Wahai Rasulullah (ﷺ)! Istri saya pergi keluar dengan niat untuk melakukan haji dan saya telah terdaftar (di tentara) untuk kampanye ini dan itu.” Nabi (ﷺ) berkata, “Kembalilah dan lakukan haji bersama istrimu.”
Teks & Konteks Hadis
Nabi (ﷺ) bersabda, "Tidak boleh seorang laki-laki tinggal bersama seorang perempuan dalam keadaan menyendiri kecuali di hadapan seorang Dhu-Muhram." Seorang laki-laki berdiri dan berkata, "Wahai Rasulullah (ﷺ)! Istriku telah pergi dengan niat untuk menunaikan Haji dan saya telah terdaftar (dalam pasukan) untuk kampanye tertentu." Nabi (ﷺ) bersabda, "Kembalilah dan tunaikan Haji bersama istrimu."
Referensi: Sahih al-Bukhari 5233 | Kitab: Perkawinan, Pernikahan (Nikaah)
Larangan Menyendiri (Khalwah)
Keputusan utama menetapkan larangan seorang laki-laki dan perempuan berada sendirian bersama (khalwah) kecuali dia ditemani oleh seorang mahram - kerabat laki-laki yang tidak dapat dinikahi secara permanen (ayah, saudara laki-laki, anak laki-laki, dll.). Ini mencegah godaan potensial dan menjaga batasan moral.
Para ulama menjelaskan bahwa menyendiri merujuk pada situasi apa pun di mana seorang laki-laki dan perempuan non-mahram sendirian di tempat yang tidak dapat dimasuki orang lain secara tak terduga, menciptakan peluang untuk dosa.
Dilema Sahabat
Seorang sahabat menghadapi konflik antara kewajiban militer dan kewajiban agama ketika istrinya bepergian untuk Haji tanpa pendampingan mahram. Kekhawatirannya menunjukkan ketelitian para sahabat dalam mengikuti bimbingan kenabian.
Situasi ini menyoroti bahwa bahkan untuk tindakan wajib seperti jihad, seseorang harus terlebih dahulu memenuhi kewajiban agama yang lebih mendesak - dalam hal ini, melindungi integritas agama istrinya selama ibadah haji.
Prioritas Kewajiban Agama
Perintah Nabi untuk menemani istrinya menunjukkan hierarki kewajiban Islam. Meskipun jihad sangat mulia, mencegah pelanggaran agama potensial lebih diutamakan.
Ini menetapkan bahwa memenuhi kewajiban yang mencegah bahaya atau dosa lebih diutamakan daripada tindakan ibadah sukarela, bahkan yang signifikan seperti jihad militer.
Kesimpulan Para Ulama
Para ulama klasik menyimpulkan dari hadis ini bahwa seorang perempuan tidak dapat bepergian tanpa mahram, terlepas dari jarak atau tujuannya, kecuali dalam keadaan darurat yang ekstrem.
Keputusan ini berlaku untuk semua perjalanan, tidak hanya Haji, berdasarkan kata-kata umum larangan dan penerapan khusus dalam insiden ini.
Hadis ini membentuk dasar untuk pedoman Islam mengenai interaksi gender dan pembatasan perjalanan dalam yurisprudensi klasik.