Ketika aku bersama Abdullah, Utsman menemuinya di Mina dan berkata, "Wahai Abu Abdurrahman! Ada yang ingin kukatakan kepadamu." Maka keduanya pun pergi ke samping dan Utsman berkata, "Wahai Abu Abdurrahman! Maukah kamu kami menikahkanmu dengan seorang perawan yang akan membuatmu mengingat masa lalumu?" Ketika Abdullah merasa bahwa ia tidak membutuhkannya, ia memberi isyarat kepadaku (untuk bergabung dengannya) seraya berkata, "Wahai Alqama!" Kemudian aku mendengarnya berkata (menjawab Utsman), "Sebagaimana yang telah kalian katakan, (aku katakan kepada kalian bahwa) Nabi ( ﷺ ) pernah berkata kepada kami, 'Wahai anak muda! Barangsiapa di antara kalian yang mampu menikah, hendaklah ia menikah, dan barangsiapa yang belum mampu menikah, dianjurkan untuk berpuasa, karena puasa dapat melemahkan kemampuan seksualnya.
Komentar Hadis: Keutamaan Pernikahan bagi Pemuda
Riwayat ini dari Sahih al-Bukhari 5065 menyajikan ajaran mendalam dari Nabi Muhammad (ﷺ) mengenai kehidupan pernikahan. Pertukaran antara 'Uthman dan 'Abdullah ibn Mas'ud menunjukkan kepedulian para sahabat terhadap kesejahteraan spiritual dan fisik satu sama lain, sementara bimbingan Nabi memberikan perspektif Islam yang mendasar tentang pernikahan.
Bimbingan Nabi bagi Pemuda
Pernyataan Nabi "Wahai orang muda! Siapa pun di antara kalian yang mampu menikah, hendaknya menikah" menetapkan pernikahan sebagai keadaan yang direkomendasikan bagi mereka yang memiliki kemampuan fisik dan finansial. Para ulama menjelaskan ini menekankan peran pernikahan dalam menjaga kesucian, menyempurnakan setengah iman, dan mendirikan rumah tangga yang saleh.
Frasa "mampu menikah" mencakup kedewasaan fisik dan kapasitas finansial untuk memberikan hak-hak pernikahan wajib (mahar dan nafkah). Komentator klasik seperti Ibn Hajar al-Asqalani mencatat bahwa kemampuan ini relatif terhadap keadaan individu.
Alternatif Spiritual: Puasa
Bagi mereka yang tidak mampu menikah, Nabi menetapkan puasa sebagai cara untuk "mengurangi kekuatan seksual." Para ulama menafsirkan ini sebagai puasa membantu mengendalikan keinginan dan memperkuat tekad spiritual seseorang. Imam al-Nawawi menjelaskan ini menunjukkan pendekatan praktis Islam dalam mengelola sifat manusia melalui sarana spiritual yang sah.
Kebijaksanaan di balik merekomendasikan puasa secara khusus adalah bahwa itu termasuk di antara tindakan ibadah yang paling efektif untuk mengekang keinginan fisik sambil sekaligus mendapatkan pahala ilahi.
Kebijaksanaan Kontekstual
Tawaran 'Uthman untuk mengatur pernikahan bagi 'Abdullah ibn Mas'ud yang sudah tua menunjukkan kepedulian berkelanjutan para sahabat terhadap keadaan spiritual satu sama lain, bahkan di usia lanjut. Tanggapan 'Abdullah dengan mengutip ajaran Nabi mengalihkan fokus ke prinsip universal daripada situasi pribadinya.
Riwayat ini muncul dalam "Kitab Pernikahan dan Perkawinan" (Kitab al-Nikah) dari Sahih al-Bukhari, menekankan konteks utamanya sebagai panduan untuk kehidupan pernikahan sambil mengandung pelajaran yang lebih luas tentang persaudaraan Islam dan nasihat spiritual.