حَدَّثَنَا قَبِيصَةُ بْنُ عُقْبَةَ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ، عَنْ عُرْوَةَ، تَزَوَّجَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم عَائِشَةَ وَهْىَ ابْنَةُ سِتٍّ وَبَنَى بِهَا وَهْىَ ابْنَةُ تِسْعٍ وَمَكَثَتْ عِنْدَهُ تِسْعًا‏.‏
Terjemahan
Narasi 'Urwa

Nabi (ﷺ) menulis (kontrak pernikahan) dengan Aisha ketika dia berusia enam tahun dan menyelesaikan pernikahannya dengannya ketika dia berusia sembilan tahun dan dia tinggal bersamanya selama sembilan tahun (yaitu sampai kematiannya).

Comment

Teks & Konteks Hadis

Nabi (ﷺ) menulis (akad nikah) dengan `Aisyah saat ia berusia enam tahun dan menggenapi pernikahannya dengannya saat ia berusia sembilan tahun dan ia tinggal bersamanya selama sembilan tahun (yaitu hingga wafatnya).

Referensi: Sahih al-Bukhari 5158 | Kitab: Perkawinan, Pernikahan (Nikaah)

Komentar Ilmiah

Riwayat ini menetapkan kebolehan menikahi anak di bawah umur dalam hukum Islam, asalkan perwalian yang tepat dan kondisi kontrak terpenuhi. Hikmah di balik keputusan ini memperhitungkan norma budaya dan perkembangan fisiologis yang bervariasi di berbagai masyarakat dan era.

Ulama klasik menekankan bahwa akad nikah untuk anak di bawah umur memerlukan persetujuan wali sahnya (wali), sementara hak untuk menyetujui setelah dewasa (saat mencapai pubertas) tetap utuh melalui opsi pubertas (khiyar al-bulugh).

Perbedaan usia antara akad (enam tahun) dan penggenapan (sembilan tahun) menunjukkan kepedulian Islam terhadap kesiapan fisik dan kesejahteraan istri, menetapkan bahwa sekadar akad tidak mengharuskan hidup bersama segera.

Konteks Sejarah & Budaya

Di Arab abad ke-7, usia pernikahan seperti itu adalah kebiasaan dan sesuai secara biologis mengingat pola pematangan yang lebih awal dan harapan hidup yang lebih pendek. Catatan sejarah menunjukkan praktik serupa di peradaban kontemporer.

Kecerdasan luar biasa, pengetahuan agama, dan pemahaman dewasa Ibu Aisyah—terbukti dengan menjadi sarjana terkemuka dan otoritas dalam hukum Islam—menunjukkan kesiapannya untuk persatuan suci ini meskipun usianya secara kronologis.

Implikasi Hukum

Yurisprudensi Islam yang berasal dari hadis ini mengizinkan pernikahan anak di bawah umur tetapi membatasinya dengan kondisi ketat: persetujuan wali, mahar yang tepat, dan yang paling penting, tidak adanya bahaya bagi anak. Aplikasi modern sering memasukkan pemahaman medis kontemporer tentang kematangan.

Mayoritas ulama klasik berpendapat bahwa jika seorang gadis yang menikah sebagai anak di bawah umur keberatan setelah mencapai pubertas, pernikahan menjadi dapat dibatalkan, melindungi otonomi akhirnya dalam urusan perkawinan.