Saya berumur sepuluh tahun ketika Rasulullah (ﷺ) tiba di Madinah. Ibu dan bibi saya selalu mendesak saya untuk melayani Nabi (ﷺ) secara teratur, dan saya melayaninya selama sepuluh tahun. Ketika Nabi (ﷺ) meninggal, saya berusia dua puluh tahun, dan saya tahu tentang perintah Al-Hijab (kerudung wanita) lebih dari orang lain ketika itu diturunkan. Hal itu diturunkan untuk pertama kalinya ketika Rasulullah (ﷺ) telah menyelesaikan pernikahannya dengan Zainab bint Jahsh. Ketika fajar tiba, Nabi (ﷺ) adalah mempelai pria dan dia mengundang orang-orang ke jamuan makan, jadi mereka datang, makan, dan kemudian semua pergi kecuali beberapa yang tinggal bersama Nabi (ﷺ) untuk waktu yang lama. Nabi (ﷺ) bangkit dan pergi keluar, dan aku juga pergi bersamanya agar orang-orang itu bisa pergi juga. Nabi (ﷺ) melanjutkan dan begitu juga aku, sampai dia sampai di ambang tempat kediaman Aisyah. Kemudian berpikir bahwa orang-orang ini telah pergi pada saat itu, dia kembali dan begitu juga aku bersamanya sampai dia memasuki Zainab dan lihatlah, mereka masih duduk dan belum pergi. Maka Nabi (ﷺ) pergi lagi dan aku pergi bersamanya. Ketika kami mencapai ambang tempat tinggal Aisha, dia mengira bahwa mereka telah pergi, jadi dia kembali dan saya juga, kembali bersamanya dan menemukan orang-orang itu telah pergi. Kemudian Nabi (ﷺ) menarik tirai antara saya dan dia, dan ayat-ayat Al-Hijab diturunkan.
Latar Belakang Kontekstual
Narasi ini dari Anas ibn Malik (RA) memberikan konteks sejarah yang penting untuk wahyu ayat-ayat Hijab. Anas melayani Nabi (ﷺ) dari usia 10 hingga 20 tahun, memberinya wawasan unik tentang perkembangan legislatif yang signifikan dalam sejarah Islam.
Kesempatan Wahyu
Ayat-ayat Hijab diwahyukan selama pesta pernikahan Nabi Muhammad (ﷺ) dengan Zainab bint Jahsh (RA). Ini adalah momen penting yang menetapkan etiket yang tepat untuk interaksi dengan istri-istri Nabi dan, secara lebih luas, wanita Muslim pada umumnya.
Kehadiran tamu yang berkepanjangan setelah pesta pernikahan memerlukan intervensi ilahi. Keluar dan masuk berulang Nabi menunjukkan pendekatannya yang lembut untuk mengisyaratkan bahwa tamu harus pergi, menjaga privasi rumah tangganya.
Komentar Ilmiah tentang Hijab
Ulama klasik menekankan bahwa Hijab mewakili penutupan fisik dan kesopanan perilaku. Ibn Hajar al-Asqalani mencatat bahwa insiden ini menetapkan status khusus istri-istri Nabi sebagai "Ibu Orang-Orang Beriman" yang memerlukan perlindungan dan penghormatan yang lebih besar.
Al-Qurtubi menjelaskan bahwa tirai (hijab) yang disebutkan melambangkan pemisahan antara kehidupan pribadi Nabi dan ranah publik, menetapkan batasan untuk semua rumah tangga Muslim.
Implikasi Hukum
Narasi ini membentuk dasar untuk keputusan mengenai: privasi dalam pernikahan, etiket berkunjung, kewajiban Hijab bagi wanita Muslim, dan penghormatan khusus yang harus diberikan kepada rumah tangga Nabi. Ulama menyimpulkan dari ini pentingnya menghormati batasan dan mempertahankan kesopanan dalam interaksi sosial.
Pelajaran Spiritual
Insiden ini menunjukkan wahyu bertahap Allah tentang legislasi Islam, tata krama Nabi yang sempurna dalam menangani situasi sensitif, dan kebijaksanaan di balik perintah ilahi yang melestarikan kehormatan keluarga dan harmoni sosial.