Nabi (صلى الله عليه وسلم) bersabda, "Barangsiapa tidak melepaskan perkataan palsu dan perbuatan jahat, Allah tidak perlu meninggalkan makanan dan minumannya (yaitu Allah tidak mau menerima puasanya.)"
Teks Hadis
Nabi (ﷺ) bersabda, "Barangsiapa tidak meninggalkan ucapan palsu dan perbuatan jahat, Allah tidak membutuhkan dia meninggalkan makanan dan minumannya (yaitu Allah tidak akan menerima puasanya.)"
Referensi: Sahih al-Bukhari 1903
Komentar tentang Hakikat Puasa
Hadis yang mendalam ini menetapkan bahwa pantangan fisik dari makanan dan minuman selama Ramadan hanyalah bentuk luar puasa. Hakikat sejatinya terletak pada transformasi spiritual dan disiplin moral yang harus menyertainya.
Allah, dalam kebijaksanaan-Nya yang tak terbatas, menjelaskan bahwa Dia tidak membutuhkan rasa lapar dan haus kita belaka. Yang Dia inginkan adalah taqwa (kesadaran akan Tuhan) yang berkembang ketika kita menahan tidak hanya perut kita tetapi juga lidah dan anggota badan kita dari ketidaktaatan.
Penjelasan tentang "Ucapan Palsu dan Perbuatan Jahat"
Ucapan Palsu (al-bāṭil): Ini mencakup semua kepalsuan termasuk berbohong, menggunjing, fitnah, bahasa cabul, dan omong kosong. Orang yang berpuasa harus menjaga lidah mereka sebaik mereka berpantang dari makanan.
Perbuatan Jahat (al-'amal): Ini merujuk pada semua perbuatan terlarang yang dilakukan oleh anggota badan - melihat hal-hal yang tidak halal, mendengarkan ucapan terlarang, menggunakan tangan untuk menyakiti orang lain atau mengambil yang bukan haknya, dan berjalan menuju dosa.
Interpretasi Ulama
Imam al-Nawawi menjelaskan bahwa hadis ini menunjukkan puasa orang yang terlibat dalam hal-hal terlarang ini cacat dan ditolak, meskipun tidak selalu dibatalkan sepenuhnya. Ini berfungsi sebagai peringatan keras terhadap memperlakukan puasa sebagai ritual belaka tanpa substansi spiritual.
Ibn Rajab al-Hanbali mencatat bahwa sebagaimana makanan dan minuman membatalkan puasa secara fisik, ucapan dan perbuatan jahat membatalkannya secara spiritual. Puasa yang lengkap memerlukan pantangan dari pelanggaran fisik dan spiritual.
Aplikasi Praktis
Orang beriman harus menggunakan bulan puasa untuk melatih diri dalam pengendalian diri yang komprehensif. Ini termasuk menundukkan pandangan, menjaga lidah, menghindari pertengkaran, dan melakukan amal ibadah tambahan.
Keberhasilan sejati dalam puasa diukur oleh peningkatan moral yang bertahan lama yang berlanjut setelah Ramadan berakhir, mengubah orang beriman menjadi seseorang yang selalu menyadari kehadiran Allah dalam semua urusannya.