حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا شَبَابَةُ، حَدَّثَنَا وَرْقَاءُ، عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ، عَنْ مُجَاهِدٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ ‏"‏ ائْذَنُوا لِلنِّسَاءِ بِاللَّيْلِ إِلَى الْمَسَاجِدِ ‏"‏‏.‏
Terjemahan
Diriwayatkan Ibnu 'Umar

Salah satu istri 'Umar (bin Al-Khattab) biasa mempersembahkan Subuh dan shalat 'Isya' berjamaah di Masjid. Dia ditanya mengapa dia keluar untuk shalat karena dia tahu bahwa 'Umar tidak menyukainya, dan dia memiliki ghaira (harga diri) yang hebat. Dia menjawab, "Apa yang mencegahnya menghentikan saya dari tindakan ini?" Yang lain menjawab, "Pernyataan Rasulullah (صلى الله عليه وسلم): 'Jangan hentikan hamba-hamba wanita Allah untuk pergi ke Masjid Allah' mencegahnya."

Comment

Eksposisi Hadis

Narasi mulia ini dari Sahih al-Bukhari (900) menetapkan hak mendasar perempuan untuk menghadiri shalat berjamaah di masjid. Kebijaksanaan larangan Nabi terhadap pencegahan perempuan mengungkap keseimbangan ilahi antara hak-hak agama dan pertimbangan sosial.

Komentar Ilmiah tentang Kehadiran Perempuan di Masjid

Pernyataan "Jangan hentikan hamba-hamba perempuan Allah dari pergi ke Masjid-masjid Allah" menunjukkan bahwa kehadiran di masjid adalah hak agama bagi perempuan, meskipun tetap dianjurkan (mustahabb) daripada wajib. Perempuan Muslim awal, termasuk istri-istri sahabat mulia, secara teratur menghadiri shalat di masjid.

Ketidaksukaan Umar berasal dari sifat protektifnya (ghaira) dan kekhawatiran akan perilaku yang tepat, bukan dari larangan Islam apa pun. Penahanannya dalam tidak mencegah istrinya meskipun preferensi pribadinya menunjukkan kepatuhan ketat para sahabat terhadap bimbingan Kenabian.

Syarat dan Etiket

Para ulama menetapkan bahwa perempuan yang menghadiri masjid harus mematuhi tata krama Islam yang tepat: mengenakan hijab lengkap tanpa parfum, menghindari percampuran dengan laki-laki non-mahram, dan mempertahankan kesopanan dalam pakaian dan perilaku. Area shalat untuk perempuan harus terpisah dari bagian laki-laki.

Hadis ini membantah mereka yang sepenuhnya melarang perempuan dari masjid. Sebaliknya, hukumnya bersifat permisif dengan syarat-syarat yang dianjurkan, memungkinkan perempuan memenuhi kewajiban agama mereka sambil mempertahankan standar Islam tentang kesopanan dan perlindungan.