حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُقَاتِلٍ أَبُو الْحَسَنِ، أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ، أَخْبَرَنَا هِشَامُ بْنُ عُرْوَةَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَائِشَةَ، أَنَّ أَبَا بَكْرٍ ـ رضى الله عنه ـ لَمْ يَكُنْ يَحْنَثُ فِي يَمِينٍ قَطُّ، حَتَّى أَنْزَلَ اللَّهُ كَفَّارَةَ الْيَمِينِ وَقَالَ لاَ أَحْلِفُ عَلَى يَمِينٍ فَرَأَيْتُ غَيْرَهَا خَيْرًا مِنْهَا، إِلاَّ أَتَيْتُ الَّذِي هُوَ خَيْرٌ، وَكَفَّرْتُ عَنْ يَمِينِي‏.‏
Terjemahan
Narasi Abu Huraira

Rasulullah SAW bersabda, “Kami (Muslim) adalah yang terakhir di dunia, tetapi akan menjadi yang terdepan pada Hari Kebangkitan.” ﷺ

Comment

Teks Hadis

Nabi (ﷺ) bersabda, "Kami (Muslim) adalah yang terakhir di dunia, tetapi akan menjadi yang terdepan pada Hari Kebangkitan."

Referensi Kitab

Sahih al-Bukhari 6624 - Sumpah dan Nazar

Komentar

Hadis mulia ini mengandung hikmah yang mendalam mengenai status temporal dan spiritual Umat Muslim. "Terakhir di dunia" mengacu pada penampilan kronologis kita di antara bangsa-bangsa, sebagai komunitas agama terakhir yang diutus kepada umat manusia. "Terdepan pada Hari Kebangkitan" menandakan prioritas kita dalam memasuki Surga, menerima rahmat ilahi, dan memberikan syafaat bagi bangsa lain.

Imam Ibn Hajar al-Asqalani menjelaskan dalam Fath al-Bari bahwa meskipun Muslim muncul terakhir secara historis, mereka akan menjadi yang pertama dalam pahala dan kehormatan pada Hari Penghakiman karena ketaatan mereka pada Syariah yang lengkap dan sempurna. Prioritas ini terwujud melalui perhitungan yang lebih awal, penyeberangan Sirat yang lebih cepat, dan prioritas dalam memasuki Jannah.

Hadis ini menghibur Muslim di saat kelemahan duniawi, mengingatkan mereka bahwa kehormatan sejati tidak terletak pada kekuatan temporal tetapi pada keridhaan ilahi dan pahala abadi. Ini mendorong kesabaran selama kesulitan dan keteguhan dalam iman, mengetahui bahwa kemenangan tertinggi menanti di Akhirat.