حَدَّثَنَا قَبِيصَةُ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنِ الأَعْمَشِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُرَّةَ، عَنْ مَسْرُوقٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ ـ رضى الله عنه ـ عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ ‏"‏ لاَ تُقْتَلُ نَفْسٌ إِلاَّ كَانَ عَلَى ابْنِ آدَمَ الأَوَّلِ كِفْلٌ مِنْهَا ‏"‏‏.‏
Terjemahan
Diriwayatkan 'Abdullah bin 'Umar

Nabi (ﷺ) bersabda, "Setelah aku (yaitu setelah kematianku), janganlah kamu menjadi, dengan memukul (memotong) leher satu sama lain.

Comment

Darah (Ad-Diyat) - Sahih al-Bukhari 6868

Nabi (ﷺ) bersabda, "Setelah aku (yaitu setelah kematianku), janganlah menjadi kafir, dengan memukul (memotong) leher satu sama lain."

Komentar tentang Larangan

Hadis yang mendalam ini menetapkan kesucian kehidupan Muslim dan melarang perang saudara di antara orang beriman. Frasa "janganlah menjadi kafir" menunjukkan bahwa membunuh sesama Muslim merupakan kekafiran besar (kufr) dalam praktik, karena melanggar prinsip dasar Islam untuk melestarikan kehidupan.

Referensi waktu "setelah kematianku" membawa hikmah yang signifikan, mengisyaratkan perselisihan sipil yang akan muncul setelah wafatnya Nabi dan berfungsi sebagai peringatan abadi terhadap kekerasan sektarian.

Implikasi Hukum dan Teologis

Para ulama menafsirkan "memukul leher" sebagai mencakup semua bentuk pembunuhan yang tidak sah, baik dengan pedang, senjata, atau cara apa pun. Larangan ini membentuk dasar hukum pidana Islam mengenai pembunuhan dan peraturan darah (diyat).

Peringatan keras ini menekankan bahwa darah Muslim tidak dapat dilanggar, dan mereka yang menumpahkannya secara tidak adil berisiko jatuh ke dalam kekafiran melalui tindakan mereka, meskipun tetap mempertahankan akidah Islam di hati mereka.

Relevansi Kontemporer

Ajaran ini tetap sangat relevan saat ini, memerintahkan Muslim untuk menjaga persatuan, menyelesaikan konflik melalui cara yang sah, dan tidak pernah menggunakan kekerasan terhadap sesama orang beriman. Ini menetapkan persaudaraan sebagai pilar fundamental kehidupan komunitas Islam.