Saya mendengar Rasulullah (ﷺ) berkata, “Jika anak Adam memiliki uang yang setara dengan lembah, maka ia akan menginginkan yang lain yang serupa dengannya, karena tidak ada yang dapat memuaskan mata anak Adam kecuali debu. Dan Allah mengampuni orang yang bertaubat kepada-Nya.” Ibnu Abbas berkata: “Saya tidak tahu apakah perkataan ini dikutip dari Al-Qur'an atau tidak. 'Ata' berkata, “Saya mendengar Ibnu Azzubair mengatakan narasi ini ketika dia berada di mimbar.”
Komentar Hadis: Sifat Kerakusan Manusia
Riwayat mendalam ini dari Sahih al-Bukhari 6437 dalam Kitab "Untuk Melembutkan Hati (Ar-Riqaq)" mengungkapkan kebenaran mendasar tentang sifat manusia. Nabi Muhammad (ﷺ) mengidentifikasi sifat tak terpuaskan dari keinginan duniawi - bahwa bahkan jika seseorang memiliki kekayaan yang memenuhi seluruh lembah, mata manusia masih akan menginginkan nilai lembah lain.
Frasa "tidak ada yang dapat memuaskan mata anak Adam kecuali debu" membawa makna spiritual yang dalam. Ulama klasik menafsirkan "debu" sebagai merujuk pada tanah yang pada akhirnya akan menutupi yang meninggal di kubur, menunjukkan bahwa hanya kematian yang mengakhiri ambisi duniawi. Ini berfungsi sebagai pengingat yang kuat tentang kematian dan sifat sementara dari harta benda material.
Wawasan dan Konteks Ilmiah
Ketidakpastian Ibn `Abbas tentang apakah pernyataan ini berasal dari Al-Qur'an menunjukkan praktik verifikasi yang teliti dari ulama awal. Kesaksian tambahan dari `Ata' mengenai bacaan Ibn Az-Zubair dari mimbar mengonfirmasi penerimaan luas dan otoritas dari ajaran ini.
Bagian penutup - "Dan Allah mengampuni dia yang bertobat kepada-Nya" - menyediakan obat spiritual yang esensial. Sementara sifat manusia cenderung pada kerakusan, rahmat ilahi tetap dapat diakses melalui tobat yang tulus (tawbah). Keseimbangan antara mengakui kelemahan manusia dan menegaskan belas kasihan ilahi ini adalah karakteristik dari ajaran Islam.
Implikasi Spiritual Praktis
Hadis ini mendorong orang beriman untuk menumbuhkan kepuasan (qana'ah) dan mengenali bahaya spiritual dari pengejaran material yang tak berujung. Para ulama menekankan bahwa memahami kebenaran ini seharusnya mengarah pada peningkatan rasa syukur atas apa yang dimiliki dan pelepasan dari keterikatan duniawi yang berlebihan.
Ajaran ini berfungsi sebagai peringatan terhadap kelalaian dan undangan untuk kebangkitan spiritual. Dengan mengenali ketidakcukupan bawaan dari kekayaan material untuk memuaskan jiwa, orang beriman diarahkan untuk mencari apa yang benar-benar memuaskan - mengingat Allah dan persiapan untuk kehidupan abadi yang akan datang.