حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ، أَخْبَرَنَا مَالِكٌ، عَنْ أَبِي الزِّنَادِ، عَنِ الأَعْرَجِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ـ رضى الله عنه ـ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ ‏"‏ لاَ يَقْتَسِمْ وَرَثَتِي دِينَارًا، مَا تَرَكْتُ بَعْدَ نَفَقَةِ نِسَائِي وَمَئُونَةِ عَامِلِي فَهْوَ صَدَقَةٌ ‏"‏‏.‏
Terjemahan
Narasi Abu Huraira

Rasulullah SAW bersabda, “Ahli warisku tidak akan mewarisi satu dinar atau satu dirham (yaitu uang), karena apa pun yang saya tinggalkan (kecuali dukungan yang memadai dari istri saya dan upah karyawan saya) diberikan sebagai sedekah.” ﷺ

Comment

Teks dan Konteks Hadis

"Ahli waris saya tidak akan mewarisi Dinar atau Dirham (yaitu uang), karena apa pun yang saya tinggalkan (kecuali dukungan yang memadai untuk istri-istri saya dan upah karyawan saya) diberikan sebagai sedekah." (Sahih al-Bukhari 2776)

Pernyataan mendalam dari Nabi Muhammad (ﷺ) ini menetapkan status hukum yang unik untuk harta warisannya, membedakannya dari hukum warisan biasa yang berlaku bagi komunitas Muslim.

Status Hukum Warisan Kenabian

Para ulama sepakat bahwa nabi tidak meninggalkan warisan dalam arti konvensional. Harta duniawi mereka menjadi sedekah umum (sadaqah) setelah wafatnya, sebagaimana ditetapkan oleh hadis ini dari Kitab Wasiat dan Testamen (Wasaayaa).

Keputusan ini khusus untuk kenabian dan tidak membatalkan hukum warisan Islam umum yang diwahyukan dalam Surah An-Nisa. Pernyataan Nabi menjelaskan bahwa statusnya sebagai utusan Allah mengharuskan perlakuan khusus terhadap harta warisannya.

Pengecualian dan Ketentuan

Hadis secara eksplisit menyebutkan dua pengecualian: dukungan yang memadai untuk istri-istrinya dan upah untuk karyawannya. Ini menunjukkan kepedulian Nabi dalam memenuhi kewajiban yang ada dan menjaga keadilan bahkan setelah kematiannya.

Komentator klasik mencatat bahwa ketentuan ini didahulukan atas distribusi sedekah, memastikan bahwa anggota keluarga yang bergantung dan pekerja tidak ditinggalkan dalam kemiskinan.

Interpretasi Ilmiah

Imam al-Qurtubi menjelaskan bahwa keputusan ini mencegah segala keterikatan duniawi pada kenabian dan menekankan bahwa warisan Nabi murni spiritual dan berorientasi pada bimbingan.

Ibn Hajar al-Asqalani dalam Fath al-Bari menjelaskan bahwa hadis ini mengakhiri kebingungan di antara beberapa sahabat tentang apakah nabi dapat diwarisi, menetapkan prinsip bahwa harta materi mereka melayani komunitas setelah kematian mereka.

Implikasi Praktis

Ajaran ini menggambarkan keterlepasan Nabi yang sepenuhnya dari kekayaan duniawi dan komitmennya untuk melayani umat Muslim hingga napas terakhir.

Keputusan ini juga berfungsi sebagai pengingat bahwa warisan sejati Nabi adalah pengetahuan, bimbingan, dan Sunnah - harta yang jauh lebih berharga daripada kekayaan materi.