Shalat itu ditetapkan sebagai dua rakaat, dua rakaat baik dalam perjalanan maupun di tempat tinggal. Doa saat bepergian tetap seperti itu (awalnya ditentukan), tetapi penambahan dibuat dalam doa (dipatuhi) di tempat tinggal.
Kitab Doa - Para Musafir | Sahih Muslim 685a
Shalat diresepkan sebagai dua rakaat, dua rakaat baik dalam perjalanan maupun di tempat tinggal. Shalat saat bepergian tetap seperti semula (yang diresepkan), tetapi penambahan dilakukan dalam shalat (yang diamati) di tempat tinggal.
Komentar tentang Resep Asli
Hadis ini menetapkan bahwa unit dasar shalat Islam awalnya ditetapkan sebagai dua rakaat untuk semua shalat. Kebijaksanaan ilahi ini mencerminkan rahmat Allah atas Umat, membuat ibadah dapat diakses sambil mempertahankan esensi spiritualnya.
Dasar dua rakaat berlaku secara universal - baik seseorang menetap atau bepergian. Ini menunjukkan konsistensi dan adaptabilitas ibadah Islam, mengakomodasi berbagai keadaan sambil mempertahankan struktur inti shalat.
Perbedaan Antara Perjalanan dan Tempat Tinggal
Shalat musafir tetap dalam bentuk dua rakaat aslinya sebagai keringanan (rukhṣah) dari Allah, mengakui kesulitan perjalanan. Keringanan ini menggambarkan pendekatan praktis Islam terhadap ibadah, menyeimbangkan kewajiban spiritual dengan realitas fisik.
Untuk shalat penduduk, kebijaksanaan ilahi menetapkan rakaat tambahan untuk menyempurnakan shalat. Penyempurnaan ini mewakili ekspresi penuh ibadah ketika seseorang menetap dan mampu, sambil mempertahankan inti dasar dua rakaat shalat.
Implikasi Yuridis
Para ulama menyimpulkan dari ini bahwa shalat yang dipersingkat musafir bukanlah pengurangan tetapi pelestarian bentuk aslinya. Shalat lengkap penduduk adalah peningkatan yang mencerminkan keadaan menetap.
Keputusan ini berlaku khusus untuk shalat empat rakaat (Ẓuhr, ʿAṣr, ʿIshāʾ), sementara Maghrib dan Fajr mempertahankan jumlah rakaat tetap terlepas dari status perjalanan, menunjukkan penerapan prinsip ini yang bernuansa.