حَدَّثَنِي أَبُو الطَّاهِرِ، أَحْمَدُ بْنُ عَمْرِو بْنِ سَرْحٍ وَحَرْمَلَةُ بْنُ يَحْيَى قَالاَ أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ، حَدَّثَنِي يُونُسُ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، أَخْبَرَنِي أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، قَالَ قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ ‏"‏ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يَسُبُّ ابْنُ آدَمَ الدَّهْرَ وَأَنَا الدَّهْرُ بِيَدِيَ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ ‏"‏ ‏.‏
Terjemahan
Abu Huraira melaporkan bahwa Rasulullah (صلى الله عليه وسلم) bersabda

Allah Yang Maha Mulia dan Maha Mulia berfirman: Anak Adam menyebabkan Aku kesakitan karena dia berkata: Celakalah pada waktunya. Tak seorang pun dari kamu harus mengatakan ini: Celakalah Waktu, karena Akulah Waktu (karena) Aku bergantian siang dan malam, dan ketika aku mau Aku dapat menghabisinya.

Comment

Kitab Mengenai Penggunaan Kata-Kata yang Benar

Sahih Muslim 2246 c

Teks Hadis

Allah, Yang Maha Tinggi dan Maha Mulia, berfirman: Anak Adam menyakiti-Ku ketika dia berkata: Celakalah Waktu. Jangan ada di antara kamu yang mengatakan ini: Celakalah Waktu, karena Aku adalah Waktu (karena) Aku menggantikan siang dan malam, dan ketika Aku berkehendak, Aku dapat mengakhirinya.

Komentar

Tradisi suci (hadis qudsi) ini mengungkapkan ketidaksenangan ilahi ketika manusia mengaitkan kemalangan mereka kepada waktu (ad-dahr). Allah menyatakan diri-Nya sebagai Penguasa Waktu yang sejati, Yang mengatur semua urusan temporal.

Larangan ini berasal dari dua kesalahan serius: pertama, ini merupakan bentuk syirik (menyekutukan Allah) dengan menganggap kekuatan kreatif kepada waktu; kedua, ini mencerminkan ketidaksyukuran dan ketidaksabaran terhadap ketetapan ilahi (qadar).

Ketika Allah mengatakan "Aku adalah Waktu," Dia menegaskan kendali penuh-Nya atas fenomena temporal - pergantian siang dan malam, musim, dan semua peristiwa dalam domain waktu. Pernyataan ini menetapkan bahwa semua kejadian temporal berasal dari hikmah dan perintah-Nya.

Seorang mukmin seharusnya mengaitkan peristiwa langsung kepada kehendak Allah, dengan mengatakan "Apa yang Allah kehendaki telah terjadi" daripada mengutuk konsep abstrak. Ajaran ini menumbuhkan tauhid yang benar (monoteisme) dan penerimaan yang sabar terhadap ketetapan ilahi.

Implikasi Praktis

Hindari ungkapan seperti "Waktu telah mengkhianatiku" atau "Ini adalah waktu sial," sebaliknya katakan "Allah telah menetapkan ini untukku."

Sadari bahwa semua kondisi temporal - baik yang menguntungkan maupun menantang - berasal dari hikmah Allah dan mengandung potensi berkah.

Kembangkan kepuasan dengan waktu ilahi, memahami bahwa pengelolaan urusan oleh Allah melampaui pemahaman manusia.