حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى، قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم نَهَى عَنْ بَيْعِ الثَّمَرِ حَتَّى يَبْدُوَ صَلاَحُهَا نَهَى الْبَائِعَ وَالْمُبْتَاعَ.
Terjemahan
Ibnu Umar radhi.yallahu 'anu allahu 'anhu, melaporkan Rasulullah (صلى الله عليه وسلم) bersabda

Jangan membeli buah-buahan (di pohon) sampai kondisinya yang baik menjadi jelas.

Comment

Kitab Transaksi

Sahih Muslim 1534 g

Larangan Penjualan yang Tidak Pasti

Hadis ini melarang penjualan buah-buahan sebelum kondisinya menjadi jelas, yang termasuk dalam kategori "Gharar" (ketidakpastian) dalam hukum komersial Islam. Transaksi semacam ini mengandung elemen yang tidak diketahui yang dapat menyebabkan perselisihan antara pembeli dan penjual.

Interpretasi Ulama

Ulama klasik menjelaskan bahwa buah-buahan harus mencapai tahap "Badhq" atau kematangan yang jelas di mana kualitas yang dapat dimakan menjadi nyata. Ini memastikan kedua pihak tahu persis apa yang sedang ditransaksikan.

Ibn Qudamah menyatakan: "Larangan ini berlaku untuk semua tanaman di mana hasilnya tidak pasti hingga waktu panen. Hikmahnya adalah untuk mencegah perselisihan atas kualitas dan kuantitas."

Aplikasi Praktis

Larangan ini meluas ke semua produk pertanian di mana hasil akhir atau kualitasnya tetap tidak pasti. Aplikasi modern termasuk kontrak berjangka pada tanaman yang belum dipanen di mana kualitas spesifik tidak dapat dijamin.

Pengecualian ada untuk jenis kontrak "Salam" (pembayaran di muka) tertentu dengan kondisi spesifik untuk menghilangkan ketidakpastian, seperti yang dijelaskan dalam bab-bab lain yurisprudensi Islam.