حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ خَشْرَمٍ، أَخْبَرَنَا وَكِيعٌ، عَنِ ابْنِ أَبِي خَالِدٍ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنِ الْبَرَاءِ، قَالَ آخِرُ آيَةٍ أُنْزِلَتْ مِنَ الْقُرْآنِ ‏{‏ يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ اللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِي الْكَلاَلَةِ‏}‏
Terjemahan
Abu Isaq berkata bahwa dia mendengar al-Bara' b. 'Azib (Allah ridha kepadanya) berkata

Ayat terakhir yang diwahyukan (dalam Al-Qur'an) adalah yang berkaitan dengan Kalala, dan surah terakhir yang diwahyukan adalah Sura al-Bara'at.

Comment

Kitab Aturan Warisan

Sahih Muslim 1618 b

Komentar tentang Wahyu Terakhir

Pernyataan mengenai Kalala merujuk pada ayat dalam Surah an-Nisa (4:176) yang membahas warisan orang yang meninggal tanpa meninggalkan ahli waris langsung (orang tua atau anak). Ini dianggap sebagai salah satu wahyu terakhir karena sifat hukumnya yang kompleks, memerlukan bimbingan ilahi yang tepat untuk menetapkan hukum warisan Islam.

Surah al-Bara'at (juga dikenal sebagai at-Tawbah) diakui sebagai salah satu bab terakhir yang diwahyukan, menangani masalah penting perjanjian, perang, dan hubungan antara Muslim dan politeis. Posisinya sebagai wahyu akhir mencerminkan kematangan komunitas Muslim di Madinah dan penyempurnaan prinsip-prinsip legislatif.

Penggabungan dua wahyu terakhir ini menunjukkan sifat komprehensif bimbingan Islam - mencakup baik masalah pribadi yang rumit tentang warisan keluarga maupun urusan komunal yang lebih luas tentang negara dan kewajiban perjanjian.

Perspektif Ilmiah

Ulama klasik menekankan bahwa finalitas wahyu-wahyu ini menandakan kesempurnaan dan penyelesaian legislasi ilahi. Ayat Kalala menyelesaikan salah satu skenario warisan paling kompleks, sementara Surah al-Bara'at menetapkan prinsip-prinsip definitif untuk hubungan komunitas Muslim.

Pemahaman kronologis ini sangat penting untuk penerapan yang tepat dari penghapusan (naskh) dalam yurisprudensi Islam, karena wahyu yang lebih baru didahulukan daripada yang lebih awal ketika terdapat kontradiksi yang jelas dalam masalah hukum.