حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، وَعَمْرٌو النَّاقِدُ، وَإِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، جَمِيعًا عَنْ سُفْيَانَ، - قَالَ أَبُو بَكْرٍ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ، - عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ مَحْمُودِ بْنِ الرَّبِيعِ، عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ، يَبْلُغُ بِهِ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم ‏"‏ لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ ‏"‏ ‏.‏
Terjemahan
Diriwayatkan pada otoritas Abu Huraira bahwa dia telah mendengar Rasulullah (صلى الله عليه وسلم) berkata

Dia yang menjalankan shalat tetapi dia tidak membaca Umm al-Qur'an di dalamnya, dan sisa hadits itu sama dengan yang disampaikan oleh Sufyan, dan dalam hadits ini kata-katanya adalah: "Allah Ta'a Mahatinggi berfirman: shalat dibagi menjadi dua bagian antara Aku dan hamba-Ku. Setengahnya adalah untuk-Ku dan setengahnya adalah untuk hamba-Ku."

Comment

Kitab Doa-Doa

Sahih Muslim 395 b

Komentar Hadis

Hadis qudsi yang mulia ini menetapkan realitas spiritual yang mendalam dari shalat sebagai komunikasi langsung antara hamba dan Tuhannya. Pembacaan al-Fatihah (Umm al-Qur'an) diwajibkan, karena melalui kata-kata ilahi inilah percakapan dimulai.

Pembagian shalat menjadi dua bagian menandakan perjanjian suci. Bagian pertama, milik Allah, terdiri dari pujian, pengagungan, dan penyerahan diri hamba. Bagian kedua, untuk hamba, berisi respons, bimbingan, dan penerimaan Allah. Dengan demikian, shalat menjadi siklus lengkap memberi dan menerima.

Barangsiapa menghilangkan Ibu Kitab, maka ia telah membatalkan shalatnya, karena ia gagal menetapkan fondasi yang menjadi dasar dialog ilahi ini. Kelengkapan pengabdian seseorang diukur oleh kelengkapan bacaannya.