حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، وَعَمْرٌو النَّاقِدُ، وَإِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، جَمِيعًا عَنْ سُفْيَانَ، - قَالَ أَبُو بَكْرٍ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ، - عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ مَحْمُودِ بْنِ الرَّبِيعِ، عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ، يَبْلُغُ بِهِ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم ‏"‏ لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ ‏"‏ ‏.‏
Terjemahan
Abu Huraira melaporkan

Rasulullah (صلى الله عليه وسلم) bersabda: Barangsiapa mengucapkan shalatnya, tetapi tidak membaca pasal pembuka al-Kitab, shalatnya tidak lengkap. Dia mengulanginya tiga kali.

Comment

Kitab Doa-Doa - Sahih Muslim 395c

Rasulullah (ﷺ) bersabda: Barangsiapa yang mengerjakan shalatnya, tetapi tidak membaca pembukaan al-Kitab, maka shalatnya tidak lengkap. Beliau mengulanginya tiga kali.

Komentar Ilmiah

Hadis ini menetapkan kewajiban mendasar untuk membaca Surah al-Fatihah dalam setiap rakaat shalat wajib. Pengulangan tiga kali menekankan beratnya kelalaian dalam membacanya, menunjukkan statusnya sebagai rukun (rukn) yang tanpanya shalat tidak sah.

Al-Kitab di sini merujuk secara khusus kepada Al-Qur'an, dengan "pembukaan" adalah Surah al-Fatihah. Ulama klasik sepakat bahwa membaca al-Fatihah adalah wajib bagi imam dan individu yang shalat sendirian dalam setiap rakaat.

Istilah "tidak lengkap" (khabith) dalam konteks ini berarti tidak sah atau tidak diterima, bukan hanya kurang. Keputusan ini berlaku untuk semua shalat di mana bacaan diperlukan, menyoroti status unik al-Fatihah sebagai inti esensial bacaan Al-Qur'an dalam shalat.

Implikasi Hukum

Barangsiapa dengan sengaja menghilangkan al-Fatihah harus mengulangi shalatnya. Jika lupa, mereka harus melakukan sujud sahwi.

Bacaan harus terdengar oleh diri sendiri dalam shalat sunyi dan terdengar oleh orang lain jika diperlukan. Kewajiban ini tetap berlaku terlepas dari status hafalan seseorang - seseorang harus mempelajari al-Fatihah untuk memvalidasi shalatnya.