وَحَدَّثَنِي عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ شُعَيْبِ بْنِ اللَّيْثِ بْنِ سَعْدٍ، حَدَّثَنِي أَبِي، عَنْ جَدِّي، قَالَ حَدَّثَنِي عُقَيْلٌ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ، وَسَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّهُ قَالَ أَتَى رَجُلٌ مِنَ الْمُسْلِمِينَ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ فِي الْمَسْجِدِ فَنَادَاهُ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي زَنَيْتُ ‏.‏ فَأَعْرَضَ عَنْهُ فَتَنَحَّى تِلْقَاءَ وَجْهِهِ فَقَالَ لَهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي زَنَيْتُ ‏.‏ فَأَعْرَضَ عَنْهُ حَتَّى ثَنَى ذَلِكَ عَلَيْهِ أَرْبَعَ مَرَّاتٍ فَلَمَّا شَهِدَ عَلَى نَفْسِهِ أَرْبَعَ شَهَادَاتٍ دَعَاهُ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ ‏"‏ أَبِكَ جُنُونٌ ‏"‏ ‏.‏ قَالَ لاَ ‏.‏ قَالَ ‏"‏ فَهَلْ أَحْصَنْتَ ‏"‏ ‏.‏ قَالَ نَعَمْ ‏.‏ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ‏"‏ اذْهَبُوا بِهِ فَارْجُمُوهُ ‏"‏ ‏.‏
Terjemahan
Jabir b. Samura melaporkan

Ketika dia dibawa kepada Rasul Allah (صلى الله عليه وسلم) saya melihat Ma'iz b. Malik-orang bertubuh pendek dengan otot yang kuat, tidak memiliki jubah di sekelilingnya. Dia memberikan kesaksian terhadap dirinya sendiri empat kali bahwa dia telah berzina, lalu Rasulullah (صلى الله عليه وسلم) bersabda: Mungkin (kamu menciumnya atau memeluknya). Dia berkata: Tidak. oleh Tuhan, orang yang menyimpang (dari jalan kebajikan) telah melakukan perzinahan. Kemudian dia melempari dia dengan batu (sampai mati), dan kemudian menyampaikan alamat: Lihatlah, ketika kami berangkat untuk Jihad demi Allah, salah seorang dari kamu tertinggal dan menjerit seperti suara kambing jantan, dan memberikan sedikit susu. Demi Allah, jika aku menangkapnya, aku pasti akan menghukumnya.

Comment

Kasus Ma'iz ibn Malik

Riwayat ini dari Sahih Muslim 1692a menyajikan preseden hukum untuk hukuman perzinaan ketika pelaku mengaku secara sukarela tanpa paksaan. Ma'iz ibn Malik mendatangi Nabi Muhammad (ﷺ) atas kemauannya sendiri, menunjukkan penekanan Islam pada tobat yang tulus.

Komentar Ilmiah tentang Pengakuan

Pertanyaan berulang Nabi ("Mungkin kau menciumnya atau memeluknya") menunjukkan prinsip hukum Islam dalam mencari alternatif untuk hukuman hudud. Para ulama menjelaskan ini untuk memberi Ma'iz kesempatan menarik pengakuannya dan menghindari hukuman yang berat.

Keinsistenan Ma'iz pada empat kesempatan terpisah menetapkan persyaratan untuk pengakuan yang jelas dan tidak ambigu dalam yurisprudensi Islam. Pernyataannya "orang yang menyimpang telah berzina" menunjukkan kesadaran penuh akan beratnya dosa.

Dimensi Hukum dan Spiritual

Hukuman rajam menerapkan hukum ilahi untuk pezina yang menikah. Ulama klasik mencatat kasus ini menggambarkan bagaimana hukuman hudud memurnikan catatan spiritual pendosa sambil mempertahankan batas moral masyarakat.

Khotbah Nabi selanjutnya menghubungkan dosa individu dengan kesehatan spiritual kolektif. Metafora kambing yang tertinggal merujuk pada mereka yang merusak moralitas komunitas melalui dosa tersembunyi sementara tampak saleh secara lahiriah.

Prinsip-Prinsip Yurisprudensi yang Ditetapkan

Hadis ini menetapkan bahwa hukuman hudud memerlukan pengakuan atau empat saksi yang dapat diandalkan. Ini menunjukkan preferensi hukum Islam untuk privasi dalam dosa dan standar bukti yang tinggi untuk menerapkan hukuman mati.

Para ulama menyimpulkan dari kasus ini bahwa tobat yang tulus melalui penerimaan hukuman hukum menghapus dosa, karena Nabi tidak mengutuk Ma'iz ke hukuman abadi tetapi memastikan pemurnian spiritualnya.