Umar b. 'Abd al-'Aziz suatu hari menunda shalat. 'Urwa b. Zubair datang kepadanya dan memberitahunya bahwa suatu hari sebagai Mughira b. Shu'ba berada di Kufah (sebagai gubernurnya), dia menunda shalat, Abu Mas'ud al-Ansari datang kepadanya dan berkata: Apakah ini, wahai Mughira? Tahukah Anda bahwa Jibril yang datang dan berdoa dan (kemudian) Rasulullah (صلى الله عليه وسلم) mengucapkan shalat (bersamanya), kemudian (Jibril) shalat dan Rasulullah (صلى الله عليه وسلم) juga berdoa, kemudian (Jibril) shalat dan Rasulullah (صلى الله عليه وسلم) juga berdoa, kemudian (Jibril) shalat dan Rasulullah (صلى الله عليه وسلم) shalat (bersamanya). Kemudian Jibril berdoa dan Rasulullah (صلى الله عليه وسلم) juga berdoa (bersamanya) dan kemudian berkata: Beginilah cara aku diperintahkan untuk melakukannya. Wahai 'Urwa, perhatikan apa yang kamu katakan bahwa Jibril (saw) mengajarkan kepada Rasulullah (صلى الله عليه وسلم) waktu-waktu shalat. Atas hal ini 'Urwa berkata: Beginilah yang diriwayatkan Bashir b. Abu Mas'ud tentang otoritas ayahnya
Kitab Masjid dan Tempat Shalat - Sahih Muslim 610b
Narasi ini dari Sahih Muslim mengandung hikmah yang mendalam mengenai kesucian waktu shalat dan asal ilahi dari jadwal shalat yang ditetapkan.
Konteks dan Signifikansi Historis
Insiden dengan Mughira b. Shu'ba menunjukkan bahwa bahkan gubernur dan penguasa tunduk pada koreksi mengenai waktu shalat. Teguran berani Abu Mas'ud menunjukkan pentingnya menyuruh kebaikan dan melarang kejahatan.
Keraguan awal Umar b. 'Abd al-'Aziz mengungkapkan pemeriksaan cermat yang diterapkan oleh para ulama awal dalam transmisi hadis, sementara respons percaya diri 'Urwa menunjukkan keandalan rantai narasi khusus ini.
Regulasi Ilahi Waktu Shalat
Ajaran inti menetapkan bahwa waktu shalat tidak ditentukan oleh penalaran manusia tetapi ditetapkan secara ilahi melalui instruksi langsung Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad (ﷺ).
Lima shalat harian sesuai dengan lima kali Jibril memimpin Nabi dalam shalat, membangun hubungan surgawi yang tak terputus dalam jadwal ibadah harian kita.
Komentar Ilmiah
Para ulama klasik menekankan bahwa menunda shalat melebihi waktu yang ditetapkan tanpa alasan yang sah merupakan kelalaian dalam kewajiban agama.
Narasi ini menekankan prinsip bahwa waktu shalat tetap dan tidak berubah, mencerminkan kesempurnaan hikmah ilahi dalam mengatur kehidupan sehari-hari orang beriman.