Seorang wanita dari keluarganya telah mengiriminya sebuah bejana kecil berisi madu sebagai hadiah, dan dia memberikan kepada Rasulullah (صلى الله عليه وسلم) dari minuman itu. Saya berkata: Demi Allah, kami juga akan merancang alat untuknya. Aku menyebutkan hal itu kepada Sauda, dan berkata: Ketika dia (Rasul Allah) akan mengunjungi kamu dan mendekat kepadamu, katakanlah kepadanya: Rasulullah, sudahkah kamu mengambil maghafir? Dan dia akan berkata kepada Anda: Tidak. Kemudian katakan kepadanya: Bau apa ini? Dan Rasulullah (صلى الله عليه وسلم) sangat merasakan bahwa bau yang tidak sedap harus dikeluarkan darinya. Jadi dia akan berkata kepadamu: Hafsa telah memberiku minuman madu. Maka kamu harus berkata kepadanya: Lebah-lebah madu mungkin telah mengisap 'Urfut, dan aku juga akan mengatakan hal yang sama kepadanya dan. Safiyya, kamu juga harus mengatakan ini. Jadi ketika dia (Nabi Suci) datang kepada Sauda, dia berkata: Demi Dia selain yang tidak ada tuhan, di bawah paksaan saya memutuskan untuk menyatakan apa yang Anda katakan kepada saya ketika dia akan berada agak jauh di pintu. Maka ketika Rasulullah (صلى الله عليه وسلم) mendekat, dia berkata: Rasulullah, apakah kamu makan Maghafir? Dia berkata: Tidak. Dia (lagi) berkata: Lalu apakah bau ini? Dia berkata: Hafsa memberi saya madu untuk diminum. Dia berkata: Lebah madu itu mungkin telah mengisap 'Urfut. Ketika dia datang kepada saya, saya mengatakan kepadanya seperti ini. Dia kemudian mengunjungi Safiyya dan dia juga berkata kepadanya seperti ini. Ketika dia (lagi) mengunjungi Hafsa, dia berkata: Rasulullah, bukankah aku harus memberimu (minuman) itu? Dia berkata: Saya tidak membutuhkan itu. Sauda berkata: Sucilah Allah, oleh-Nya kami telah (dibuat-buat) untuk membuat (madu) itu haram baginya. Saya berkata kepadanya: Diamlah.
Kitab Perceraian - Sahih Muslim 1474b
Narasi ini dari Sahih Muslim mengungkapkan dinamika rumah tangga yang halus selama sakit terakhir Nabi dan menunjukkan keabsahan kecemburuan istri yang sah dalam batas pernikahan.
Analisis Kontekstual
Insiden ini terjadi selama sakit terakhir Nabi ketika 'Ā'isyah dan Ḥafṣah bersekongkol untuk mencegahnya minum madu di rumah Ḥafṣah dengan menyarankan itu mungkin menyebabkan bau tidak sedap.
Para ulama menjelaskan ini bukan larangan sebenarnya (taḥrīm) melainkan pelaksanaan hak istri untuk menyatakan preferensi dalam rumah tangga, menunjukkan bagaimana beberapa istri dapat berkoordinasi dalam hal-hal yang mempengaruhi suami bersama mereka.
Implikasi Hukum
Komentator klasik menekankan bahwa kepatuhan Nabi adalah sukarela, bukan wajib, menunjukkan karakternya yang anggun dalam mengakomodasi perasaan istri-istrinya.
Insiden ini menggambarkan prinsip bahwa apa yang diizinkan (mubāḥ) dapat dihindari untuk menjaga harmoni domestik, tanpa menjadikannya terlarang secara permanen.
Komentar Ilmiah
Imam Nawawi menjelaskan ini menunjukkan keabsahan seorang istri menyatakan ketidaksukaan terhadap sesuatu yang dilakukan suaminya, asalkan tetap dalam batas yang hormat dan tidak melibatkan larangan sebenarnya terhadap apa yang diizinkan Allah.
Ibn Ḥajar al-'Asqalānī mencatat kebijaksanaan dalam tanggapan Nabi - dia tidak menuduh mereka bersekongkol tetapi dengan anggun mengakomodasi kekhawatiran mereka, mengajarkan suami untuk peka terhadap perasaan istri.