حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى، قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ يَزِيدَ، مَوْلَى الأَسْوَدِ بْنِ سُفْيَانَ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ فَاطِمَةَ بِنْتِ قَيْسٍ، أَنَّ أَبَا عَمْرِو بْنَ حَفْصٍ، طَلَّقَهَا الْبَتَّةَ وَهُوَ غَائِبٌ فَأَرْسَلَ إِلَيْهَا وَكِيلُهُ بِشَعِيرٍ فَسَخِطَتْهُ فَقَالَ وَاللَّهِ مَا لَكِ عَلَيْنَا مِنْ شَىْءٍ ‏.‏ فَجَاءَتْ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَذَكَرَتْ ذَلِكَ لَهُ فَقَالَ ‏"‏ لَيْسَ لَكِ عَلَيْهِ نَفَقَةٌ ‏"‏ ‏.‏ فَأَمَرَهَا أَنْ تَعْتَدَّ فِي بَيْتِ أُمِّ شَرِيكٍ ثُمَّ قَالَ ‏"‏ تِلْكَ امْرَأَةٌ يَغْشَاهَا أَصْحَابِي اعْتَدِّي عِنْدَ ابْنِ أُمِّ مَكْتُومٍ فَإِنَّهُ رَجُلٌ أَعْمَى تَضَعِينَ ثِيَابَكِ فَإِذَا حَلَلْتِ فَآذِنِينِي ‏"‏ ‏.‏ قَالَتْ فَلَمَّا حَلَلْتُ ذَكَرْتُ لَهُ أَنَّ مُعَاوِيَةَ بْنَ أَبِي سُفْيَانَ وَأَبَا جَهْمٍ خَطَبَانِي ‏.‏ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ‏"‏ أَمَّا أَبُو جَهْمٍ فَلاَ يَضَعُ عَصَاهُ عَنْ عَاتَقِهِ وَأَمَّا مُعَاوِيَةُ فَصُعْلُوكٌ لاَ مَالَ لَهُ انْكِحِي أُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ ‏"‏ ‏.‏ فَكَرِهْتُهُ ثُمَّ قَالَ ‏"‏ انْكِحِي أُسَامَةَ ‏"‏ ‏.‏ فَنَكَحْتُهُ فَجَعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا وَاغْتَبَطْتُ بِهِ ‏.‏
Terjemahan
'Aisyah (Allah berkenan kepadanya) berkata

Tidak ada gunanya bagi Fatima untuk menyebutkannya, yaitu pernyataannya: "Tidak ada tunjangan penginapan dan pemeliharaan (untuk wanita yang diceraikan)."

Comment

Komentar tentang Hadis

Narasi ini dari Sahih Muslim 1481b membahas pernyataan yang dikaitkan dengan Fatima bint Qays mengenai nafkah untuk wanita yang diceraikan. Frasa "Tidak baik bagi Fatima untuk menyebutkannya" menunjukkan ketidaksepakatan ulama dengan posisinya bahwa wanita yang diceraikan tidak berhak atas tempat tinggal dan nafkah selama masa tunggu (iddah).

Analisis Yuridis

Mayoritas ulama klasik, termasuk Imam Abu Hanifa, Imam Malik, dan Imam al-Shafi'i, berpendapat bahwa wanita yang diceraikan secara dapat dibatalkan (dalam talak pertama atau kedua) berhak atas tempat tinggal dan nafkah selama masa iddah-nya berdasarkan bukti Al-Quran (Surah al-Talaq, 65:6-7).

Kasus Fatima bint Qays dianggap spesifik untuk perceraian yang tidak dapat dibatalkan (talak ketiga atau khul'), di mana kewajiban nafkah berbeda. Para ulama memperingatkan untuk tidak menggeneralisasi kasus khususnya ke semua situasi perceraian.

Prinsip Hukum

Hadis ini menunjukkan pentingnya pemahaman kontekstual dalam yurisprudensi Islam. Sambil menghormati kesaksian Sahabat, ulama harus menimbang semua bukti dan membedakan antara keputusan umum dan pengecualian khusus.

Kebijaksanaan kolektif Ummah melalui konsensus ulama (ijma') pada akhirnya menegaskan hak nafkah bagi sebagian besar wanita yang diceraikan selama masa tunggu mereka, melestarikan semangat Al-Quran untuk perlindungan finansial bagi wanita.