Saya melihat Abu Dharr mengenakan pakaian, dan budaknya mengenakan pakaian yang serupa. Saya bertanya kepadanya tentang hal itu, dan dia meriwayatkan bahwa dia telah melecehkan seseorang selama hidup Rasulullah (semoga damai sejahtera) dan dia mencelanya karena ibunya. Orang itu datang kepada Rasul Allah (صلى الله عليه وسلم) dan menyebutkan hal itu kepadanya. Maka Rasul Allah (صلى الله عليه وسلم) bersabda: Kamu adalah orang yang memiliki (sisa-sisa) Kebodohan di dalam dirinya. Budak-budakmu adalah saudara-saudaramu. Allah telah meletakkan mereka di tanganmu, dan barangsiapa memiliki saudaranya di bawahnya, dia harus memberinya makan dengan apa yang dia makan, dan memakainya dengan apa yang dia pakai, dan jangan membebani mereka melebihi kemampuan mereka, dan jika kamu membebani mereka, (di luar kemampuan mereka), maka tolonglah mereka.
Kitab Sumpah
Sahih Muslim 1661 c
Komentar Hadis
Riwayat ini dari Abu Dharr al-Ghifari menunjukkan transformasi mendalam yang dibawa Islam dalam hubungan sosial, terutama mengenai perlakuan terhadap budak. Pernyataan Nabi ﷺ "Kamu adalah orang yang masih memiliki sisa-sisa Kebodohan dalam dirimu" merujuk pada sikap pra-Islam di mana budak dianggap hanya sebagai harta benda daripada manusia dengan martabat.
Instruksi bahwa budak adalah "saudara-saudaramu" menetapkan kesetaraan mendasar mereka dalam kemanusiaan di hadapan Allah. Persaudaraan ini melampaui status sosial dan menciptakan kewajiban moral bagi tuan. Tiga perintah praktis—memberi mereka makan apa yang kamu makan, memberi mereka pakaian seperti kamu berpakaian, dan tidak membebani mereka secara berlebihan—merevolusi perlakuan budak di Arab abad ke-7.
Instruksi terakhir untuk "membantu mereka" jika diberikan pekerjaan sulit menekankan tanggung jawab bersama dan belas kasihan. Hadis ini merupakan bagian dari pendekatan bertahap Islam untuk menghapus perbudakan dengan pertama-tama menetapkan martabat dan hak asasi budak, sehingga membuat institusi ini semakin tidak sesuai dengan etika Islam.