حَدَّثَنَا خَلَفُ بْنُ هِشَامٍ، وَقُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ، وَيَحْيَى بْنُ حَبِيبٍ الْحَارِثِيُّ، - وَاللَّفْظُ لِخَلَفٍ - قَالُوا حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ، عَنْ غَيْلاَنَ بْنِ جَرِيرٍ، عَنْ أَبِي بُرْدَةَ، عَنْ أَبِي مُوسَى، الأَشْعَرِيِّ قَالَ أَتَيْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم فِي رَهْطٍ مِنَ الأَشْعَرِيِّينَ نَسْتَحْمِلُهُ فَقَالَ ‏"‏ وَاللَّهِ لاَ أَحْمِلُكُمْ وَمَا عِنْدِي مَا أَحْمِلُكُمْ عَلَيْهِ ‏"‏ ‏.‏ قَالَ فَلَبِثْنَا مَا شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ أُتِيَ بِإِبِلٍ فَأَمَرَ لَنَا بِثَلاَثِ ذَوْدٍ غُرِّ الذُّرَى فَلَمَّا انْطَلَقْنَا قُلْنَا - أَوْ قَالَ بَعْضُنَا لِبَعْضٍ - لاَ يُبَارِكُ اللَّهُ لَنَا أَتَيْنَا رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم نَسْتَحْمِلُهُ فَحَلَفَ أَنْ لاَ يَحْمِلَنَا ثُمَّ حَمَلَنَا ‏.‏ فَأَتَوْهُ فَأَخْبَرُوهُ فَقَالَ ‏"‏ مَا أَنَا حَمَلْتُكُمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ حَمَلَكُمْ وَإِنِّي وَاللَّهِ إِنْ شَاءَ اللَّهُ لاَ أَحْلِفُ عَلَى يَمِينٍ ثُمَّ أَرَى خَيْرًا مِنْهَا إِلاَّ كَفَّرْتُ عَنْ يَمِينِي وَأَتَيْتُ الَّذِي هُوَ خَيْرٌ ‏"‏ ‏.‏
Terjemahan
'Adi b. Hatim melaporkan Rasulullah (صلى الله عليه وسلم) bersabda

Dia yang mengambil sumpah, tetapi dia menemukan sesuatu yang lebih baik dari itu, harus melakukan apa yang lebih baik dan melanggar sumpahnya.

Comment

Kitab Sumpah - Sahih Muslim 1651b

Siapa yang mengambil sumpah, tetapi dia menemukan sesuatu yang lebih baik dari itu, harus melakukan yang lebih baik dan melanggar sumpahnya.

Komentar tentang Hadis

Hadis mulia ini dari Sahih Muslim menetapkan prinsip penting dalam yurisprudensi Islam mengenai sumpah. Ketika seorang Muslim mengambil sumpah untuk melakukan atau menahan diri dari sesuatu, tetapi kemudian menemukan tindakan yang lebih bermanfaat dan benar, mereka diperintahkan untuk mengejar alternatif yang lebih baik dan menebus pelanggaran sumpah mereka.

Kebijaksanaan di balik ajaran ini adalah bahwa tujuan akhir hukum Islam adalah mencapai manfaat dan mencegah bahaya. Jika mematuhi sumpah akan menyebabkan kehilangan kebaikan yang lebih besar atau melakukan kesalahan, maka tujuan yang lebih tinggi dari Syariah didahulukan. Ini menunjukkan fleksibilitas dan kepraktisan ajaran Islam.

Syarat dan Penerapan

Keputusan ini berlaku ketika alternatif yang lebih baik benar-benar unggul dalam hal nilai agama, manfaat bagi orang lain, atau pencegahan bahaya. Ini tidak mengizinkan melanggar sumpah hanya untuk preferensi pribadi atau kenyamanan duniawi.

Penebusan (kaffarah) untuk melanggar sumpah semacam itu dijelaskan dengan jelas dalam Al-Quran (5:89): memberi makan sepuluh orang yang membutuhkan, memberi mereka pakaian, atau membebaskan seorang budak. Jika tidak mampu melakukan ini, seseorang harus berpuasa selama tiga hari. Penebusan ini mempertahankan kesucian sumpah sambil memungkinkan fleksibilitas yang diperlukan.

Konsensus Ulama

Mayoritas ulama klasik, termasuk Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam al-Syafi'i, dan Imam Ahmad bin Hanbal, setuju dengan keputusan ini. Mereka menekankan bahwa pengecualian ini melestarikan semangat hukum Islam sambil mempertahankan pentingnya menepati janji.

Hadis ini mencerminkan sifat komprehensif ajaran Islam, menyeimbangkan antara kewajiban memenuhi sumpah dan tujuan yang lebih tinggi untuk mengejar apa yang benar-benar bermanfaat dan benar.