حَدَّثَنِي أَبُو الرَّبِيعِ الْعَتَكِيُّ، وَأَبُو كَامِلٍ الْجَحْدَرِيُّ فُضَيْلُ بْنُ حُسَيْنٍ - وَاللَّفْظُ لأَبِي الرَّبِيعِ - قَالاَ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ، - وَهُوَ ابْنُ زَيْدٍ - حَدَّثَنَا أَيُّوبُ، عَنْ مُحَمَّدٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ كَانَ لِسُلَيْمَانَ سِتُّونَ امْرَأَةً فَقَالَ لأَطُوفَنَّ عَلَيْهِنَّ اللَّيْلَةَ فَتَحْمِلُ كُلُّ وَاحِدَةٍ مِنْهُنَّ فَتَلِدُ كُلُّ وَاحِدَةٍ مِنْهُنَّ غُلاَمًا فَارِسًا يُقَاتِلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَلَمْ تَحْمِلْ مِنْهُنَّ إِلاَّ وَاحِدَةٌ فَوَلَدَتْ نِصْفَ إِنْسَانٍ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ‏"‏ لَوْ كَانَ اسْتَثْنَى لَوَلَدَتْ كُلُّ وَاحِدَةٍ مِنْهُنَّ غُلاَمًا فَارِسًا يُقَاتِلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ‏"‏ ‏.‏
Terjemahan
Abu Huraira melaporkan bahwa (Hadrat) Sulaiman memiliki enam puluh istri. Dia (suatu hari) berkata

Aku akan mengunjungi mereka masing-masing setiap malam, dan masing-masing dari mereka akan hamil dan melahirkan seorang anak laki-laki yang akan menjadi penunggang kuda dan berjuang demi Allah. Tetapi (kebetulan) bahwa tidak ada dari mereka yang hamil kecuali satu, tetapi dia melahirkan anak yang tidak lengkap. Maka Rasulullah (صلى الله عليه وسلم) bersabda: Seandainya dia berkata Insya' Allah (jika Allah menghendaki), maka setiap orang dari mereka akan melahirkan seorang anak yang akan menjadi penunggang kuda dan berjuang untuk jalan Allah

Comment

Kitab Sumpah - Sahih Muslim 1654a

Narasi ini dari Sahih Muslim menceritakan kisah seorang pria yang membuat pernyataan mutlak tentang peristiwa masa depan tanpa menyertakan frasa penting "Insha'Allah" (jika Allah menghendaki). Pria itu mengklaim bahwa dia akan mengunjungi wanita-wanita yang semuanya akan melahirkan anak laki-laki yang akan menjadi penunggang kuda yang berjuang di jalan Allah.

Komentar Ilmiah tentang Kehendak Ilahi

Ulama klasik menjelaskan bahwa hadis ini menetapkan prinsip Islam mendasar bahwa semua peristiwa masa depan tunduk pada kehendak ilahi Allah. Tidak ada manusia yang memiliki kekuatan independen untuk menentukan hasil, terlepas dari niat atau kemampuan mereka.

Frasa "Insha'Allah" berfungsi sebagai pengakuan atas keterbatasan manusia dan ekspresi ketergantungan sepenuhnya kepada Allah. Kelalaiannya merupakan bentuk kesombongan dengan berbicara tentang masa depan seolah-olah seseorang memiliki pengetahuan pasti tentang yang gaib.

Implikasi Teologis

Ulama menekankan bahwa kegagalan untuk mengucapkan "Insha'Allah" tidak menyebabkan Allah mencegah kelahiran sebagai hukuman, melainkan menunjukkan bahwa pernyataan pria itu pada dasarnya cacat dari awal karena mengklaim kepastian tentang hal-hal yang hanya menjadi pengetahuan ilahi.

Satu kelahiran yang terjadi—menghasilkan anak yang tidak lengkap—lebih lanjut menggambarkan bahwa bahkan ketika peristiwa sebagian terwujud, hal itu terjadi sesuai dengan kebijaksanaan sempurna Allah, bukan harapan manusia.

Penerapan Praktis dalam Kehidupan Muslim

Ajaran ini menginstruksikan Muslim untuk mengkondisikan semua pernyataan tentang rencana masa depan dengan "Insha'Allah," mengikuti perintah Al-Quran: "Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu, 'Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok,' kecuali [dengan menyertakan], 'Jika Allah menghendaki'" (Quran 18:23-24).

Praktik ini menumbuhkan kerendahan hati, mengakui kedaulatan ilahi, dan menyelaraskan ucapan manusia dengan kebenaran teologis. Ini berfungsi sebagai pengingat konstan bahwa kesuksesan dan hasil akhirnya bergantung pada izin dan ketetapan Allah.