Sesungguhnya aku akan bersetubuh dengan tujuh puluh istri pada malam hari, dan setiap istri di antara mereka akan melahirkan seorang anak, yang akan berjuang demi Allah. Dikatakan kepadanya: Katakanlah: "Insya' Allah" (insya Allah), tetapi dia tidak mengatakannya dan melupakannya. Dia mengelilingi mereka tetapi tidak ada dari mereka yang melahirkan seorang anak kecuali seorang wanita dan itu juga orang yang tidak lengkap. Atas hal ini Rasulullah (صلى الله عليه وسلم) bersabda: Jika dia mengatakan "Insya' Allah." dia tidak akan gagal, dan keinginannya pasti terpenuhi.
Kitab Sumpah - Sahih Muslim 1654 d
Narasi ini dari Sahih Muslim berfungsi sebagai pelajaran mendalam tentang perlunya memohon kehendak Allah dalam segala hal. Pernyataan sahabat, meskipun dibuat dengan niat yang benar, tidak memiliki frasa penting "Insha'Allah" (jika Allah menghendaki), menunjukkan bahwa bahkan aspirasi mulia memerlukan izin ilahi.
Komentar Ilmiah
Ulama klasik menjelaskan bahwa hadis ini menetapkan prinsip Islam mendasar bahwa manusia tidak memiliki kekuatan independen untuk memenuhi niat mereka tanpa ketetapan Allah. Sahabat Nabi, meskipun memiliki keinginan tulus untuk menghasilkan pejuang bagi Islam, gagal karena dia hanya mengandalkan tekadnya sendiri.
Tujuh puluh istri mewakili tujuan yang ambisius, sementara kelahiran tunggal yang tidak lengkap melambangkan hasil yang berkurang ketika kehendak ilahi tidak diakui. Ulama menekankan bahwa "Insha'Allah" bukan sekadar frasa tetapi ekspresi tauhid (monoteisme) - mengakui bahwa semua hasil akhirnya milik Allah semata.
Ajaran ini berlaku untuk semua hal, agama dan duniawi, mengingatkan orang beriman untuk menggabungkan upaya mereka dengan pengingat konstan akan ketergantungan mereka pada Allah. Hadis ini juga menggambarkan koreksi lembut Nabi, mengajar melalui contoh praktis daripada teguran keras.
Implikasi Hukum dan Spiritual
Ahli hukum menyimpulkan dari narasi ini bahwa membuat komitmen masa depan tanpa mengatakan "Insha'Allah" adalah makruh (tidak disukai), karena menunjukkan kelalaian dalam mengakui kehendak ilahi. Frasa ini berfungsi sebagai perlindungan spiritual dan pengingat praktis akan keterbatasan manusia.
Komentator Sufi melihat makna yang lebih dalam dalam "kelahiran tidak lengkap" - mewakili tindakan yang dilakukan tanpa dasar spiritual yang tepat yang pasti menghasilkan hasil yang tidak sempurna. Pemenuhan niat yang lengkap memerlukan upaya manusia dan berkah ilahi.