Ada pertengkaran antara Adam dan Musa. Musa berkata: Apakah kamu itu Adam yang kehilangannya menyebabkan kamu keluar dari Firdaus? Adam berkata kepadanya: Apakah engkau Musa yang dipilih Allah untuk Rasul-Nya, untuk percakapan-Nya dan engkau menyalahkan aku atas urusan yang telah ditetapkan untukku sebelum aku diciptakan? Inilah cara Adam menjadi lebih baik dari Musa.
Perselisihan Antara Adam dan Musa
Narasi ini dari Sahih Muslim 2652 d menyajikan dialog teologis yang mendalam antara dua nabi besar, menggambarkan kebijaksanaan ilahi di balik takdir dan tanggung jawab manusia.
Tuduhan Musa
Musa menyapa Adam dengan kata-kata: "Apakah kamu Adam yang kelalaiannya menyebabkan kamu keluar dari Surga?" Ini mencerminkan perspektif Musa dari Taurat, menekankan akuntabilitas manusia atas tindakan. Sebagai nabi yang menerima Hukum, Musa secara alami fokus pada konsekuensi ketidaktaatan.
Musa berbicara dari posisi seseorang yang menyaksikan wahyu langsung Allah dan memahami beratnya melanggar perintah ilahi.
Tanggapan Adam
Adam membalas: "Apakah kamu Musa yang dipilih Allah untuk Kerasulannya, untuk percakapan-Nya dan kamu menyalahkan saya atas suatu urusan yang telah ditetapkan untuk saya sebelum saya diciptakan?" Tanggapan ini menunjukkan pemahaman Adam yang lebih dalam tentang ketetapan ilahi (qadar).
Adam mengakui statusnya sambil menunjuk pada pengetahuan dan ketetapan abadi Allah. Argumennya menyoroti bahwa apa yang terjadi berada dalam kebijaksanaan dan pengetahuan sempurna Allah, tertulis di Lauh Mahfuz sebelum penciptaan.
Komentar Ulama
Imam al-Nawawi menjelaskan bahwa kemenangan Adam dalam debat ini berasal dari pengakuannya bahwa meskipun manusia bertanggung jawab atas tindakan mereka, segala sesuatu terjadi atas kehendak dan pengetahuan Allah. Ini tidak meniadakan tanggung jawab tetapi menempatkannya dalam konteks kebijaksanaan ilahi.
Ibn Hajar al-Asqalani mencatat bahwa hadis ini mengajarkan kita tentang keseimbangan antara ketetapan ilahi dan pilihan manusia. Kesalahan Adam nyata, tetapi itu juga bagian dari rencana Allah yang lebih besar untuk pengalaman duniawi umat manusia.
Para ulama menekankan bahwa kedua perspektif mengandung kebenaran: Musa mewakili realitas akuntabilitas, sementara Adam mewakili realitas ketetapan ilahi. Rekonsiliasi terletak pada pemahaman bahwa pengetahuan Allah mencakup segala sesuatu sebelum mereka terjadi.
Pelajaran untuk Orang Beriman
Dialog ini mengajarkan kerendahan hati dalam menghakimi orang lain, karena kita tidak dapat mengetahui apa yang telah Allah tetapkan untuk setiap orang. Ini juga mendorong kepercayaan pada kebijaksanaan Allah, bahkan ketika kita menghadapi kesulitan atau membuat kesalahan.
Pelajaran utama adalah bahwa meskipun kita bertanggung jawab atas pilihan kita, kita harus selalu ingat bahwa segala sesuatu terjadi sesuai dengan pengetahuan dan kehendak sempurna Allah, dan Dia mengubah kesalahan kita menjadi peluang untuk pertumbuhan dan tobat.