وَحَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا غُنْدَرٌ، عَنْ شُعْبَةَ، ح وَحَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى، وَابْنُ، بَشَّارٍ قَالاَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ مَنْصُورٍ، عَنْ رِبْعِيِّ بْنِ حِرَاشٍ، أَنَّهُ سَمِعَ عَلِيًّا، - رضى الله عنه - يَخْطُبُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ‏"‏ لاَ تَكْذِبُوا عَلَىَّ فَإِنَّهُ مَنْ يَكْذِبْ عَلَىَّ يَلِجِ النَّارَ ‏"‏ ‏.‏
Terjemahan
Abū Bakr ibn Abī Syaibah meriwayatkan kepada kami bahwa Ghundar meriwayatkan kepada kami, atas otoritas Shu'bah; dan Muhammad bin ul-Muthannā dan Ibnu Bashār keduanya meriwayatkan kepada kami, kata mereka

Muhammad bin Ja'far meriwayatkan kepada kami, Shu'bah meriwayatkan kepada kami, atas kewibawaan Mansūr, atas kewibawaan Rab'iy ibn Hirāsh, bahwa dia mendengar Alī, semoga Allah berkenan kepadanya, memberikan Khutbah dan dia berkata bahwa Rasulullah, shallallahu dan berkah kepadanya, bersabda: 'Jangan berbohong padaku; sesungguhnya siapa pun yang berbaring di atas aku akan masuk ke dalam neraka'.

Comment

Pengantar - Sahih Muslim 1

Narasi ini dari Imam Ali (semoga Allah meridhainya) mengandung salah satu prinsip paling mendasar dalam ilmu keislaman. Peringatan Nabi "Jangan berbohong atas namaku" menetapkan metodologi ketat yang diperlukan dalam mentransmisikan hadis.

Analisis Teks

Frasa "berbohong atas namaku" merujuk pada mengaitkan pernyataan palsu kepada Nabi Muhammad (semoga damai besertanya). Ini mencakup baik fabrikasi yang disengaja maupun transmisi lalai tanpa verifikasi.

Konsekuensi berat "akan masuk Neraka" menunjukkan beratnya dosa ini dalam hukum Islam, karena merusak pengetahuan agama dan menyesatkan komunitas.

Komentar Ilmiah

Ulama klasik menjelaskan bahwa hadis ini membentuk dasar ilmu kritik hadis (Mustalah al-Hadith). Ini memaksa ulama Muslim untuk mengembangkan rantai transmisi yang ketat (isnad) dan evaluasi biografi (al-jarh wa al-ta'dil).

Imam al-Nawawi berkomentar bahwa larangan ini berlaku untuk semua bentuk inovasi agama yang secara palsu dikaitkan kepada Nabi, menekankan bahwa kejujuran dalam narasi adalah tanggung jawab kolektif umat.

Implikasi Praktis

Ajaran ini mengharuskan Muslim untuk memverifikasi setiap klaim ucapan Nabi sebelum menerima atau mentransmisikannya. Ulama menetapkan bahwa hanya narasi yang terautentikasi dari sumber yang dapat diandalkan yang dapat dikutip sebagai bukti dalam hukum Islam.

Peringatan ini berfungsi sebagai perlindungan bagi kemurnian ajaran Islam, memastikan bahwa Sunnah tetap terpelihara dari perubahan dan fabrikasi sepanjang generasi.