Shu'bah meriwayatkan kepada kami, atas kewibawaan Khubayb bin Abd ir-Rahman, atas kewibawaan Hafs bin Āsim, atas kewibawaan Abī Hurayrah, ia berkata, Rasulullah shallallahu dan berkah atas dirinya, berkata: 'Sudah cukup kebohongan bagi seseorang untuk menceritakan segala sesuatu yang didengarnya'.
Pengantar - Sahih Muslim 5
Shuʿbah menceritakan kepada kami, atas otoritas Khubayb bin ʿAbd ir-Raḥmān, atas otoritas Ḥafṣ bin Āṣim, atas otoritas Abī Hurayrah, dia berkata, Rasulullah, semoga damai dan berkah Allah atasnya, bersabda: 'Cukup sebagai kebohongan bagi seseorang untuk menceritakan segala yang dia dengar'.
Komentar tentang Narasi
Hadis yang mendalam ini menetapkan prinsip dasar dalam ilmu keislaman: larangan menyampaikan setiap laporan yang didengar tanpa verifikasi. Rasulullah ﷺ mengkarakterisasi perilaku seperti itu sebagai kebohongan yang cukup, menunjukkan konsekuensi spiritual dan komunal yang serius.
Para ulama menjelaskan bahwa menceritakan segala yang didengar merupakan kebohongan karena hal itu pasti mencakup penyampaian informasi palsu atau tidak terverifikasi. Muslim yang jujur harus menggunakan pertimbangan, menyelidiki laporan sebelum menyampaikannya. Ini melindungi komunitas dari informasi yang salah dan menjaga integritas pengetahuan agama.
Interpretasi Ilmiah
Imam an-Nawawī berkomentar bahwa hadis ini mewajibkan verifikasi narasi dan menahan diri dari menyampaikan laporan yang meragukan. Ini berlaku terutama untuk urusan agama tetapi meluas ke semua ucapan. Frasa "cukup sebagai kebohongan" menunjukkan keseriusannya - bahkan jika tidak disengaja, penyampaian yang ceroboh memikul beban kebohongan.
Ibn Ḥajar al-ʿAsqalānī menjelaskan bahwa prinsip ini membentuk dasar kritik hadis (ʿilm al-ḥadīth). Para ulama mengembangkan metodologi yang ketat untuk memverifikasi rantai transmisi dan konten, memastikan hanya laporan yang otentik yang masuk ke dalam tradisi Islam.
Aplikasi Praktis
Ajaran ini menuntut ucapan yang hati-hati dalam kehidupan sehari-hari. Sebelum membagikan berita, rumor, atau informasi agama, Muslim harus memverifikasi keasliannya. Larangan ini melindungi spiritualitas individu dan harmoni komunal, mencegah perselisihan yang lahir dari informasi yang salah.
Para ulama kontemporer menekankan relevansi hadis ini di era digital, di mana informasi yang tidak terverifikasi menyebar dengan cepat. Muslim harus menerapkan bimbingan kenabian ini ke media sosial dan komunikasi digital, menjunjung tinggi kejujuran dalam semua bentuk narasi.