'Cukup kebohongan bagi seorang pria bahwa dia menceritakan semua yang dia dengar'.
Pendahuluan
Sahih Muslim Pendahuluan 9
Larangan Menceritakan Semua yang Didengar
Hadis yang mendalam dari Sahih Muslim ini menetapkan prinsip dasar dalam keilmuan Islam dan perilaku pribadi. Pernyataan, "Cukuplah suatu kebohongan bagi seseorang bahwa ia menceritakan segala yang ia dengar," berfungsi sebagai peringatan keras terhadap transmisi informasi yang sembarangan.
Komentar Ilmiah
Para ulama menjelaskan bahwa larangan ini berasal dari kenyataan bahwa apa yang didengar seseorang terdiri dari kebenaran dan kepalsuan. Menceritakan segala sesuatu tanpa verifikasi merupakan bentuk kebohongan, meskipun tidak disengaja, karena hal itu pasti mengarah pada penyebaran kepalsuan.
Imam An-Nawawi, dalam komentarnya tentang Sahih Muslim, menekankan bahwa hadis ini mewajibkan umat Islam untuk memverifikasi informasi sebelum menyampaikannya. Muslim yang teliti harus membedakan antara laporan yang dapat diandalkan dan yang tidak dapat diandalkan, melaksanakan kewajiban dalam menjaga integritas pengetahuan.
Implikasi Praktis
Ajaran ini menetapkan metodologi Islam tentang pemikiran kritis dan verifikasi (tabayyun). Ini melarang transmisi berita, rumor, atau pengetahuan agama tanpa otentikasi yang tepat.
Prinsip ini berlaku sama untuk urusan agama dan duniawi, melindungi komunitas dari informasi yang salah dan menjaga harmoni sosial. Ini menumbuhkan tanggung jawab intelektual dan melindungi dari korupsi teks agama dan wacana komunitas.
Dimensi Spiritual
Di luar larangan hukum, hadis ini membahas penyakit spiritual dari ucapan yang ceroboh. Nabi (semoga damai bersamanya) mengidentifikasi penceritaan mekanis dari semua konten yang didengar sebagai cukup untuk membentuk kebohongan, menyoroti beratnya kelalaian umum ini.
Ajaran ini melatih orang beriman dalam kesadaran berbicara dan mengembangkan kebajikan Islam kejujuran dalam niat dan tindakan, membuat seseorang bertanggung jawab atas setiap kata yang diucapkan atau disampaikan.