Komentar Kenabian tentang Al-Qur'an (Tafsir Nabi (saw))

كتاب التفسير

Bab : "Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah di ujung tanduk (yakni dalam keraguan)..." (QS. 22:11)

Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas

Mengenai ayat: "Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah seakan-akan Allah berada di ujung tanduk." (22.11). Seorang laki-laki biasa datang ke Madinah seakan-akan istrinya melahirkan seorang anak laki-laki dan kuda-kudanya melahirkan keturunan. Ia akan berkata, "Agama ini (Islam) baik," tetapi jika istrinya tidak melahirkan seorang anak laki-laki dan kuda-kudanya tidak melahirkan keturunan, ia akan berkata, "Agama ini buruk."

Bab : Firman Allah Ta’ala: “Kedua musuh itu (orang-orang mukmin dan orang-orang kafir) saling membantah tentang Tuhan mereka…” (QS. 22:19)

Diriwayatkan oleh Qais bin Ubad

Abu Dzar selalu bersumpah untuk membenarkan bahwa ayat: 'Kedua musuh itu (orang-orang mukmin dan orang-orang kafir) saling membantah tentang Tuhan mereka.' (22.19) diturunkan kepada Hamzah dan kedua temannya dan `Utbah dan kedua temannya pada hari ketika mereka mundur dari perang Badar.

Diriwayatkan oleh Qais bin Ubad

`Ali berkata, "Aku akan menjadi orang pertama yang berlutut di hadapan Yang Maha Pengasih pada Hari Kiamat karena perselisihan itu." Qais berkata; Ayat ini: 'Kedua musuh ini (orang-orang yang beriman dan orang-orang yang tidak beriman saling berdebat tentang Tuhan mereka,' (22.19) diturunkan sehubungan dengan orang-orang yang keluar untuk Perang Badar, yaitu `Ali, Hamza, 'Ubaida, Shaiba bin Rabi`a, `Utba bin Rabi`a dan Al-Walid bin `Utba.

Bab : Firman Allah Ta’ala: “Dan bagi orang-orang yang menuduh istri-istri mereka, padahal mereka tidak mempunyai saksi-saksi kecuali diri mereka sendiri...” (QS. 24:6)

Diriwayatkan oleh Sahl bin Saud

Bahasa Indonesia: 'Uwaimir datang kepada `Asim bin `Adi yang merupakan kepala Bani Ajlan dan berkata, "Apa pendapatmu tentang seorang laki-laki yang menemukan laki-laki lain bersama istrinya? Haruskah dia membunuhnya sedangkan kamu akan membunuhnya (yaitu sang suami), atau apa yang harus dia lakukan? Silakan tanyakan kepada Rasulullah ( ﷺ ) tentang masalah ini atas namaku." `Asim kemudian pergi kepada Nabi ( ﷺ ) dan berkata, "Wahai Rasulullah ( ﷺ )! (Dan menanyakan pertanyaan itu kepadanya) tetapi Rasulullah ( ﷺ ) tidak menyukai pertanyaan itu." Ketika 'Uwaimir bertanya kepada `Asim (tentang jawaban Nabi) `Asim menjawab bahwa Rasulullah ( ﷺ ) tidak menyukai pertanyaan seperti itu dan menganggapnya memalukan. "Uwaimir kemudian berkata, "Demi Allah, aku tidak akan berhenti bertanya kecuali aku bertanya kepada Rasulullah ( ﷺ ) tentang hal itu." Uwaimir datang (kepada Nabi) dan berkata, "Ya Rasulullah ( ﷺ )! Seorang pria telah menemukan pria lain bersama istrinya! Haruskah dia membunuhnya, lalu kamu akan membunuhnya (suami, dalam Qisas) atau apa yang harus dia lakukan?" Rasulullah ( ﷺ ) berkata, "Allah telah mengungkapkan tentang kasus kamu dan istrimu dalam Al-Qur'an "Maka Rasulullah ( ﷺ ) memerintahkan mereka untuk melakukan langkah-langkah Mula'ana sesuai dengan apa yang telah disebutkan Allah dalam Kitab-Nya. Maka 'Uwaimir melakukan Mula'ana dengannya dan berkata, "Ya Rasulullah ( ﷺ )! Jika aku mempertahankannya, niscaya aku akan menindasnya." Maka Uwaimir menceraikannya, maka talak pun menjadi tradisi setelah mereka bagi mereka yang terlibat dalam perkara Mula'ana. Rasulullah ( ﷺ ) lalu bersabda, "Lihatlah! Jika dia (istri Uwaimir) melahirkan anak hitam, mata hitam pekat, besar, pinggul besar, dan kaki gemuk, maka aku berpendapat bahwa Uwaimir telah berkata benar; tetapi jika dia melahirkan anak merah yang tampak seperti Wahra, maka kami menganggap Uwaimir telah berdusta terhadapnya." Kemudian dia melahirkan anak yang membawa sifat-sifat yang disebutkan Rasulullah ( ﷺ ) sebagai bukti atas pernyataan Uwaimir; oleh karena itu anak itu dianggap milik ibunya sejak saat itu.

Bab : “Dan (kesaksian) yang kelima ialah memanggil laknat Allah kepadanya, jika dia termasuk orang-orang yang berdusta.” (QS. 24:7)

Diriwayatkan oleh Sahl bin Sa`d

Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah ( ﷺ ) dan berkata, "Wahai Rasulullah ( ﷺ )! Bagaimana jika seorang laki-laki melihat laki-laki lain bersama istrinya, apakah ia harus membunuhnya? Maka engkau dapat membunuhnya (dengan qishash) atau apa yang harus ia lakukan?" Maka Allah menurunkan tentang kasus mereka apa yang disebutkan dalam perintah mula'an. Rasulullah berkata kepada laki-laki itu, "Perkara antara kamu dan istrimu telah diputuskan." Maka mereka melakukan mula'an di hadapan Rasulullah ( ﷺ ) dan aku hadir di sana, lalu laki-laki itu menceraikan istrinya. Maka menjadi tradisi untuk membubarkan pernikahan pasangan yang terlibat dalam kasus mula'an. Wanita itu hamil dan suaminya menyangkal bahwa ia adalah penyebab kehamilannya, maka anak laki-laki itu (kemudian) dianggap sebagai miliknya. Maka menjadi tradisi bahwa anak laki-laki tersebut akan menjadi ahli waris ibunya, dan ibunya akan mewarisi darinya apa yang Allah tetapkan untuknya.

Bab : "Tetapi hal itu akan menghindarkan dia dari hukuman (dirajam sampai mati)..." (Ayat 24:8)

Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas

Hilal bin Umaiya menuduh istrinya melakukan hubungan seksual ilegal dengan Sharik bin Sahma' dan mengajukan kasus tersebut ke hadapan Nabi. Nabi ( ﷺ ) berkata (kepada Hilal), "Entah kamu membawa bukti (empat orang saksi) atau kamu akan menerima hukuman hukum (cambuk) di punggungmu." Hilal berkata, "Wahai Rasulullah! Jika salah seorang dari kami melihat seorang pria mendekati istrinya, apakah dia akan mencari saksi?" Nabi ( ﷺ ) terus berkata, "Entah kamu membawa saksi atau kamu akan menerima hukuman hukum (cambuk) di punggungmu." Hilal kemudian berkata, "Demi Dia yang mengutusmu dengan Kebenaran, aku mengatakan kebenaran dan Allah akan mengungkapkan kepadamu apa yang akan menyelamatkan punggungku dari hukuman hukum." Kemudian Jibril turun dan mengungkapkan kepadanya:-- 'Adapun orang-orang yang menuduh istri-istri mereka...' (24.6-9) Nabi ( ﷺ ) membacanya sampai dia mencapai: '... (penuduhnya) mengatakan kebenaran.' Kemudian Nabi ( ﷺ ) pergi dan memanggil wanita itu, dan Hilal pun pergi (dan menjemputnya) lalu mengucapkan sumpah (untuk membenarkan pernyataan tersebut). Nabi ( ﷺ ) bersabda, "Allah mengetahui bahwa salah seorang di antara kalian adalah pendusta, maka apakah ada di antara kalian yang akan bertobat?" Kemudian wanita itu berdiri dan mengucapkan sumpah, dan ketika ia hendak mengucapkan sumpah yang kelima, orang-orang menghentikannya dan berkata, "(Sumpah) itu pasti akan mendatangkan laknat Allah kepadamu (jika engkau bersalah)." Maka ia pun ragu-ragu dan mundur (dari mengucapkan sumpah) sedemikian rupa sehingga kami mengira ia akan menarik kembali ingkarnya. Namun kemudian ia berkata, "Aku tidak akan mencemarkan nama baik keluargaku selama hari-hari ini," dan melanjutkan (proses mengucapkan sumpah). Nabi ( ﷺ ) kemudian bersabda, "Perhatikanlah dia; jika ia melahirkan anak yang bermata hitam dengan pinggul besar dan tulang kering yang gemuk, maka itu adalah anak Sharik bin Sahma." Kemudian ia melahirkan anak seperti itu. Maka Nabi ( ﷺ ) bersabda, “Jika perkara ini tidak diselesaikan dengan syariat Allah, niscaya aku akan menghukumnya dengan berat.”

Bab : Firman Allah Ta’ala: “Dan (kesaksian) yang kelima ialah bahwa murka Allah akan menimpanya, jika dia (suaminya) mengatakan hal yang benar.” (QS. 24:9)

Diriwayatkan oleh Ibnu Umar

Seorang laki-laki menuduh istrinya melakukan hubungan seksual yang tidak sah dan mengingkari bahwa ia adalah ayah dari anak (yang ﷺ ) istrinya ketika ﷺ masih hidup. Rasulullah memerintahkan mereka berdua untuk melakukan mula'an sebagaimana yang telah ditetapkan Allah, kemudian beliau memutuskan bahwa anak tersebut akan menjadi milik ibunya, dan dikeluarkanlah putusan cerai bagi pasangan yang terlibat dalam kasus mula'an tersebut.

Bab : Firman Allah Ta’ala: “Sesungguhnya orang-orang yang menyebarkan fitnah (terhadap Aisyah, istri Nabi Muhammad saw) itu adalah dari golongan kamu.” (QS. 24:11)

Diriwayatkan oleh `Aisha

Adapun orang yang paling banyak bagiannya, (24.11) adalah `Abdullah bin Ubai bin Salul.

Bab : “Maka mengapa orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan ketika kamu mendengarnya (fitnah) tidak berpikir baik terhadap kaum mereka dan berkata: ‘Ini adalah dusta yang nyata... (sampai) … Maka mereka itu di sisi Allah adalah orang-orang pendusta.” (QS. 24: 12-13)

Dikisahkan oleh Aisha

(Istri Nabi) Setiap kali Rasulullah ( ﷺ ) bermaksud untuk melakukan perjalanan, ia biasa mengundi di antara istri-istrinya dan akan membawa bersamanya orang yang terkena undian. Suatu kali ia mengundi ketika ia ingin melakukan Ghazwa, dan undian jatuh pada saya. Jadi saya melanjutkan perjalanan dengan Rasulullah setelah perintah Allah tentang cadar (para wanita) telah diturunkan dan dengan demikian saya dibawa dalam howdah saya (di atas unta) dan turun saat masih di dalamnya. Kami melanjutkan perjalanan kami, dan ketika Rasulullah telah menyelesaikan Ghazwanya dan kembali dan kami mendekati Madinah, Rasulullah ( ﷺ ) memerintahkan untuk melanjutkan perjalanan di malam hari. Ketika tentara diperintahkan untuk melanjutkan perjalanan pulang, saya bangkit dan berjalan sampai saya meninggalkan tentara (perkemahan) di belakang. Ketika saya telah menjawab panggilan alam, saya pergi menuju howdah saya, tetapi lihatlah! Kalung saya yang terbuat dari Jaz Azfar (sejenis manik-manik hitam) putus. Saya pun mencarinya, tetapi pencarian saya terhadapnya terhenti. Sekelompok orang yang biasa menggendong saya datang dan mengangkat howdah saya ke punggung unta yang saya tunggangi, karena mengira saya ada di dalamnya. Saat itu, para wanita berbobot ringan dan tidak berdaging karena mereka makan sedikit, sehingga orang-orang itu tidak merasakan ringannya howdah saat mengangkatnya, dan saya masih seorang gadis muda. Mereka mengusir unta itu dan melanjutkan perjalanan. Kemudian saya menemukan kalung saya setelah pasukan itu pergi. Saya datang ke perkemahan mereka tetapi tidak menemukan seorang pun di sana, jadi saya pergi ke tempat saya biasa tinggal, berpikir bahwa mereka akan kehilangan saya dan kembali untuk mencari saya. Ketika saya duduk di tempat saya, saya merasa mengantuk dan tertidur. Safwan bin Al-Mu'attil As-Sulami Adh-Dzakw-ani berada di belakang pasukan. Dia berangkat pada akhir malam dan tiba di tempat saya bertugas pada pagi hari dan melihat sosok orang yang sedang tidur. Ia datang kepadaku dan mengenaliku saat melihatku karena ia biasa melihatku sebelum berjilbab. Aku berdiri karena ucapannya: "Inna li l-lahi wa inna ilaihi rajiun," yang diucapkannya saat mengenaliku. Aku menutup wajahku dengan kainku, dan demi Allah, ia tidak mengatakan sepatah kata pun kepadaku kecuali, "Inna li l-lahi wa inna ilaihi rajiun," hingga ia menundukkan unta betinanya lalu menginjak kaki depannya dan aku menungganginya. Kemudian Safwan berangkat, menuntun unta betina yang membawaku, hingga kami bertemu dengan pasukan saat mereka sedang beristirahat di tengah hari yang panas. Kemudian siapa pun yang dimaksudkan untuk dihancurkan, jatuh dalam kehancuran, dan pemimpin Ifk (pernyataan palsu) adalah `Abdullah bin Ubai bin Salul. Setelah itu kami tiba di Madinah dan aku jatuh sakit selama satu bulan sementara orang-orang menyebarkan pernyataan palsu dari orang-orang Ifk, dan aku tidak mengetahui apa pun tentangnya. Akan tetapi, yang membuatku ragu ketika aku sakit adalah bahwa aku tidak lagi mendapatkan kebaikan dari Rasulullah ( ﷺ ) sebagaimana yang biasa kuterima ketika aku jatuh sakit. Rasulullah ( ﷺ ) mendatangiku, mengucapkan salam, dan berkata, "Bagaimana keadaanmu (wanita)?" lalu pergi. Hal itu membuatku curiga, tetapi aku tidak menyadari kejahatan yang disebarkan itu hingga aku pulih dari penyakitku. Aku pergi bersama Ummu Mistah untuk memenuhi panggilan alam menuju Al-Manasi, tempat kami biasa buang air, dan tidak pernah keluar untuk tujuan itu kecuali dari malam ke malam, dan itu sebelum kami memiliki jamban di dekat rumah kami. Dan kebiasaan kami ini mirip dengan kebiasaan orang-orang Arab kuno (di padang pasir atau di tenda-tenda) dalam hal buang air besar, karena kami menganggapnya merepotkan dan berbahaya untuk buang air di rumah-rumah. Maka aku pergi bersama Um Mistah yang merupakan putri Abi Ruhm bin `Abd Manaf, dan ibunya adalah putri Sakhr bin Amir yang merupakan bibi Abi Bakr As-Siddiq, dan putranya adalah Mistah bin Uthatha. Ketika kami telah menyelesaikan urusan kami, Um Mistah dan aku kembali ke rumahku. Um Mistah tersandung jubahnya lalu dia berkata, "Biarlah Mistah hancur!" Aku berkata kepadanya, "Betapa buruknya kata-katamu! Apakah kamu mencaci maki seorang pria yang telah ikut serta dalam Perang Badar?" Dia berkata, "Hai kamu di sana! Tidakkah kamu mendengar apa yang telah dikatakannya?" Aku berkata, "Dan apa yang dikatakannya?" Kemudian ia menceritakan kepadaku pernyataan orang-orang Ifk (pernyataan palsu) yang menambah sakitku. Ketika aku kembali ke rumah, Rasulullah ( ﷺ ) datang kepadaku, dan setelah memberi salam, ia berkata, "Bagaimana kabarnya (wanita)?" Aku berkata, "Apakah kamu mengizinkanku untuk pergi ke orang tuaku?" Saat itu aku bermaksud untuk memastikan berita itu melalui mereka. Rasulullah ( ﷺ ) mengizinkanku dan aku pergi ke orang tuaku dan bertanya kepada ibuku, "Wahai ibuku! Apa yang sedang dibicarakan orang-orang?" Ibu berkata, "Wahai anakku! Tenanglah, demi Allah, tidak ada wanita cantik yang dicintai suaminya yang juga memiliki istri lain, kecuali para istri itu akan mencelanya." Aku berkata, "Subhanallah! Apakah orang-orang benar-benar membicarakan hal itu?" Malam itu aku terus menangis sepanjang malam hingga pagi. Air mataku tak pernah berhenti, aku juga tidak tidur, dan pagi pun menyingsing sementara aku masih menangis, Rasulullah ( ﷺ ) memanggil `Ali bin Abi Thalib dan Usama bin Zaid ketika Wahyu Ilahi tertunda, untuk berkonsultasi dengan mereka mengenai gagasan menceraikan istrinya. Usama bin Zaid memberi tahu Rasulullah ( ﷺ ) tentang apa yang diketahuinya tentang kepolosan istrinya dan tentang kasih sayang yang ia simpan untuknya. Ia berkata, "Wahai Rasulullah ( ﷺ )! Ia adalah istrimu, dan kami tidak tahu apa pun tentangnya kecuali yang baik." Namun `Ali bin Abi Thalib berkata, "Wahai Rasulullah ( ﷺ )! Allah tidak memaksakan batasan padamu; dan masih banyak wanita selain dia. Akan tetapi, jika kamu bertanya kepada budak perempuannya, dia akan mengatakan yang sebenarnya kepadamu." `Aisha menambahkan: Maka Rasulullah ( ﷺ ) memanggil Barira dan berkata, "Hai Barira! Pernahkah kamu melihat sesuatu yang mungkin membangkitkan kecurigaanmu? (mengenai Aisha). Barira berkata, "Demi Allah yang telah mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak pernah melihat sesuatu pun mengenai Aisha yang akan membuatku mencelanya kecuali bahwa dia adalah seorang gadis yang belum cukup umur yang terkadang tidur dan membiarkan adonan keluarganya tidak terlindungi sehingga kambing-kambing peliharaan datang dan memakannya." Maka Rasulullah ( ﷺ ) bangkit (dan berbicara) kepada orang-orang dan meminta seseorang yang akan membalas dendam pada `Abdullah bin Ubai bin Salul saat itu. Rasulullah ( ﷺ ) ketika berada di mimbar berkata, "Wahai kaum Muslim! Siapa yang akan menolongku dari seorang laki-laki yang telah menyakitiku dengan memfitnah keluargaku? Demi Allah, aku tidak mengetahui apa pun kecuali kebaikan tentang keluargaku, dan orang-orang telah mencela seorang laki-laki yang tidak aku ketahui kecuali kebaikannya, dan dia tidak pernah mengunjungi keluargaku kecuali bersamaku." Sa'd bin Mu'adh Al-Ansari berdiri dan berkata, "Wahai Rasulullah ( ﷺ )! Demi Allah, aku akan membebaskanmu darinya. Jika dia dari suku (Bani) Al-Aus, maka aku akan memenggal kepalanya; dan jika dia dari saudara-saudara kita, Khazraj, maka berikanlah perintahmu kepada kami dan kami akan mematuhinya." Mendengar itu, Sa'd bin 'Ubada berdiri, dan dia adalah kepala suku Khazraj, dan sebelum kejadian ini dia adalah seorang yang saleh tetapi dia tersulut oleh semangatnya untuk sukunya. Ia berkata kepada Sa`d (bin Mu`adh), "Demi Allah Yang Maha Kekal, kamu telah berdusta! Kamu tidak akan membunuhnya dan kamu tidak akan pernah bisa membunuhnya!" Mendengar itu, Usaid bin Hudair, sepupu Sa`d (bin Mu`adh) bangkit dan berkata kepada Sa`d bin 'Ubada, "Kamu pembohong! Demi Allah Yang Maha Kekal, kami pasti akan membunuhnya; dan kamu adalah seorang munafik yang membela orang-orang munafik!" Maka kedua suku Al-Aus dan Al-Khazraj menjadi heboh hingga mereka hampir berkelahi satu sama lain sementara Rasulullah ( ﷺ ) berdiri di atas mimbar. Rasulullah ( ﷺ ) terus menenangkan mereka hingga mereka terdiam dan beliau pun terdiam. Pada hari itu aku terus menangis tersedu-sedu hingga air mataku tidak berhenti, dan aku pun tidak dapat tidur. Pada pagi hari kedua orang tuaku bersamaku, dan aku menangis selama dua malam dan sehari tanpa tidur dan dengan air mata yang tak henti-hentinya sampai mereka mengira hatiku akan pecah karena menangis. Ketika mereka bersamaku dan aku menangis, seorang wanita Anshar meminta izin untuk menemuiku. Aku mempersilakannya dan dia duduk dan mulai menangis bersamaku. Ketika aku dalam keadaan itu, Rasulullah datang kepada kami, memberi salam, dan duduk. Dia tidak pernah duduk bersamaku sejak hari apa yang dikatakan itu diucapkan. Dia telah tinggal selama sebulan tanpa menerima Wahyu Ilahi apa pun mengenai kasusku. Rasulullah ( ﷺ ) membaca Tasyahud setelah dia duduk, dan kemudian berkata, "Kemudian, wahai `Aisyah! Aku telah diberi tahu hal ini dan itu tentangmu; dan jika kamu tidak bersalah, Allah akan mengungkapkan ketidakbersalahanmu, dan jika kamu telah melakukan dosa, maka mintalah ampunan Allah dan bertobatlah kepada-Nya, karena ketika seorang hamba mengakui dosanya dan kemudian bertobat kepada Allah, Allah menerima pertobatannya." Ketika Rasulullah selesai berpidato, air mataku berhenti total sehingga tidak terasa setetes pun. Kemudian aku berkata kepada ayahku, "Jawablah Rasulullah ( ﷺ ) atas namaku tentang apa yang dikatakannya." Ia berkata, "Demi Allah, aku tidak tahu harus berkata apa kepada Rasulullah ( ﷺ )." Kemudian aku berkata kepada ibuku, "Jawablah Rasulullah." Ia berkata, "Aku tidak tahu harus berkata apa kepada Rasulullah ( ﷺ )." Ketika itu aku masih gadis kecil dan meskipun pengetahuanku tentang Al-Qur'an masih sedikit, aku berkata, "Demi Allah, aku tahu bahwa kalian telah mendengar kisah ini (tentang Ifk) sehingga telah tertanam dalam pikiran kalian dan kalian telah mempercayainya. Jadi sekarang, jika aku katakan kepadamu bahwa aku tidak bersalah, dan Allah tahu bahwa aku tidak bersalah, kalian tidak akan mempercayaiku; dan jika aku mengakui sesuatu, dan Allah tahu bahwa aku tidak bersalah atas hal itu, kalian akan mempercayaiku. Demi Allah, aku tidak dapat menemukan contoh dari kalian kecuali contoh dari ayah Yusuf: "Maka (bagiku) kesabaran lebih tepat terhadap apa yang kalian katakan dan hanya Allah (Sendiri) yang dapat dimintai pertolongan." Kemudian aku berbalik dan berbaring di tempat tidurku, dan pada saat itu aku tahu bahwa aku tidak bersalah dan bahwa Allah akan mengungkapkan ketidakbersalahanku. Demi Allah, aku tidak pernah menyangka bahwa Allah akan menurunkan wahyu yang akan dibacakan (selamanya) tentang urusanku, karena aku merasa tidak layak untuk dibicarakan oleh Allah dengan sesuatu yang akan dibacakan. Akan tetapi, aku berharap agar Rasulullah ( ﷺ ) mendapatkan penglihatan yang dengannya Allah akan membuktikan ketidakbersalahanku. Demi Allah, Rasulullah ( ﷺ ) belum beranjak dari tempat duduknya dan tidak seorang pun keluar dari rumah ketika wahyu itu datang kepada Rasulullah ( ﷺ ). Maka menimpanyalah kondisi yang sama beratnya dengan yang biasa menimpanya (ketika ia diwahyukan), sehingga tetesan keringatnya mengalir seperti mutiara, meskipun saat itu adalah hari musim dingin, dan itu karena beratnya pernyataan yang diwahyukan kepadanya. Ketika kondisi Rasulullah ( ﷺ ) itu berakhir, dan ia tersenyum ketika merasa lega, kata pertama yang diucapkannya adalah, "Aisyah, Allah telah menyatakan ketidakbersalahanmu." Ibu saya berkata kepada saya, "Bangunlah dan pergilah kepadanya." Saya berkata, "Demi Allah, saya tidak akan pergi kepadanya dan saya tidak akan bersyukur kepada siapa pun kecuali kepada Allah." Maka Allah pun menurunkan wahyu: "Sesungguhnya orang-orang yang menyebarkan fitnah itu adalah golongan dari antara kamu. Janganlah kamu mengira bahwa mereka itu adalah segolongan dari kamu...." (24:11-20). Ketika Allah menurunkan wahyu ini untuk menegaskan ketidakbersalahan saya, Abu Bakar As-Shiddiq yang biasa memberi nafkah kepada Mistah bin Uthatha karena hubungan kekerabatannya dengan Mistah dan kemiskinannya, berkata, "Demi Allah, saya tidak akan memberi nafkah kepada Mistah lagi setelah apa yang telah dikatakannya tentang Aisyah." Maka Allah menurunkan wahyu: (lanjutan...) (lanjutan... 1): -6.274:... ... "Janganlah orang-orang yang baik dan kaya di antara kamu bersumpah untuk tidak memberi (bantuan) kepada kaum kerabatnya, orang-orang yang membutuhkan, dan orang-orang yang telah keluar dari rumah mereka karena Allah. Hendaklah mereka memaafkan dan mengampuni (yaitu jangan menghukum mereka). Apakah kamu tidak mencintai orang yang seharusnya memaafkanmu? Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (24.22) Abu Bakar berkata, "Ya, demi Allah, aku berharap Allah mengampuniku." Maka ia kembali memberikan bantuan kepada Mistah seperti yang biasa ia berikan kepadanya dan berkata, "Demi Allah, aku tidak akan pernah menahannya sedikit pun." Aisyah berkata lagi: Rasulullah ( ﷺ ) juga bertanya kepada Zainab binti Jahsh tentang kasusku. Ia berkata, "Wahai Zainab! Apa yang telah kau lihat?" Ia menjawab, "Wahai Rasulullah ( ﷺ )! Aku menjaga pendengaran dan penglihatanku (dengan menahan diri dari berbohong). Aku tidak mengetahui apa pun kecuali yang baik (tentang Aisyah)." Dari semua istri Rasulullah ( ﷺ ), Zainab-lah yang bercita-cita untuk menerima darinya kebaikan yang sama seperti yang biasa kuterima, namun, Allah menyelamatkannya (dari berbohong) karena kesalehannya. Namun, saudara perempuannya, Hamna, terus berjuang demi dirinya sehingga ia hancur sebagaimana halnya mereka yang mengarang dan menyebarkan fitnah.

Bab : Firman Allah SWT: "Kalaulah tidak ada karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu di dunia dan di akhirat, niscaya kamu ditimpa azab yang besar disebabkan apa yang telah kamu katakan." (QS. 24:14)

Dikisahkan Um Ruman

Ibu Aisha, Ketika `Aisha dituduh, dia jatuh pingsan.

Bab : "Ketika kamu menyebarkannya dengan lidahmu dan mengatakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui..." (Ayat 24:15)

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Mulaika

Aku mendengar Aisyah membaca: "Ketika kamu mengarang kebohongan (dan menyebarkannya) di lidahmu." (24.15)

Bab : "Dan mengapakah kamu, setelah mendengarnya, tidak berkata: Tidak patut bagi kami untuk berbicara tentang hal ini..." (Ay.24:16)

Diriwayatkan oleh Ibnu Abu Mulaika

Ibnu Abbas meminta izin untuk menjenguk Aisyah sebelum ajal menjemputnya, dan saat itu Aisyah sedang dalam keadaan sangat sedih. Aisyah berkata, "Aku takut dia akan terlalu memujiku." Kemudian dikatakan kepadanya, "Dia adalah sepupu Rasulullah ( ﷺ ) dan salah seorang Muslim terkemuka." Kemudian Aisyah berkata, "Izinkan dia masuk." (Ketika dia masuk) dia berkata, "Apa kabar?" Aisyah menjawab, "Aku baik-baik saja jika aku takut (kepada Allah)." Ibnu Abbas berkata, "Insya Allah, kamu baik-baik saja karena kamu adalah istri Rasulullah ( ﷺ ) dan dia tidak menikahi seorang perawan pun kecuali kamu dan bukti ketidakbersalahanmu telah diturunkan dari surga." Kemudian Ibnu Az-Zubair masuk setelahnya dan Aisyah berkata kepadanya, "Ibnu Abbas datang kepadaku dan sangat memujiku, tetapi aku berharap aku menjadi sesuatu yang terlupakan dan tidak terlihat."

Diriwayatkan oleh Al-Qasim

Ibnu Abbas meminta izin kepada Aisyah untuk masuk. Al-Qasim kemudian meriwayatkan seluruh hadis (seperti pada hadis 277) tetapi tidak menyebutkan: "Andai saja aku dilupakan dan tidak terlihat."

Bab : Firman Allah Ta’ala: “Dan memperingatkan kamu agar tidak mengulangi perbuatan seperti itu selamanya.” (QS. 24:17)

Dikisahkan Masruq

`Aisyah berkata bahwa Hassan bin Tsabit datang dan meminta izin untuk mengunjunginya. Aku bertanya, "Bagaimana engkau mengizinkan orang seperti itu?" Ia berkata, "Bukankah ia telah menerima hukuman yang berat?" (Sufyan, narator kedua, berkata: Yang ia maksud adalah kehilangan penglihatannya.) Kemudian Hassan mengucapkan syair berikut: "Seorang wanita saleh yang suci yang tidak menimbulkan kecurigaan. Ia tidak pernah membicarakan wanita-wanita yang suci dan lalai di belakang mereka." Atas pertanyaan itu ia berkata, "Tetapi engkau tidak seperti itu."

Bab : Firman Allah: "Dan Allah menjelaskan ayat-ayat itu kepadamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (QS. 24:18)

Dikisahkan Masruq

Hassan datang kepada Aisha dan mengucapkan syair puitis berikut: 'Seorang wanita saleh yang suci yang tidak menimbulkan kecurigaan. Dia tidak pernah berbicara menentang wanita-wanita yang tidak peduli di belakang mereka.' `Aisha berkata, "Tapi kamu tidak," kataku (kepada `Aisha), "Mengapa kamu membiarkan orang seperti itu masuk kepadamu setelah Allah telah mengungkapkan: "... dan adapun dia di antara mereka yang memiliki bagian yang lebih besar di dalamnya?" (24.11) Dia berkata, "Hukuman apa yang lebih buruk dari kebutaan?" Dia menambahkan, "Dan dia biasa membela Rasul Allah terhadap orang-orang kafir (dalam syairnya).

Bab : "Sesungguhnya orang-orang yang menyukai (perbuatan) zina itu harus disebarkan di antara orang-orang yang beriman... (sampai) ... dan bahwasanya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang." (QS. 24:19, 20) "Dan janganlah orang-orang yang dikaruniai nikmat dan kekayaan di antara kamu bersumpah untuk tidak memberi (bantuan) kepada kaum kerabat mereka, Al-Masākīn (orang-orang miskin)... (sampai) ... Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. 24:22)

Dikisahkan oleh Aisha

Ketika dikatakan tentangku apa yang dikatakan yang tidak kuketahui, Rasulullah ( ﷺ ) berdiri dan berbicara kepada orang-orang. Ia membaca Tasyahud, dan setelah memuji dan menyanjung Allah sebagaimana yang sepantasnya, ia berkata, "Untuk melanjutkan: Wahai manusia, berikanlah pendapatmu kepadaku tentang orang-orang yang mengarang cerita palsu terhadap istriku. Demi Allah, aku tidak mengetahui keburukan apa pun tentangnya. Demi Allah, mereka menuduhnya bersama seorang laki-laki yang tidak pernah kuketahui keburukannya, dan ia tidak pernah masuk ke rumahku kecuali aku ada di sana, dan setiap kali aku bepergian, ia ikut denganku." Sa`d bin Mu`adz berdiri dan berkata, "Wahai Rasulullah ( ﷺ ) izinkanlah aku memenggal kepala mereka." Kemudian seorang laki-laki dari Al-Khazraj (Sa`d bin 'Ubada) yang ibunya (penyair) Hassan bin Thabit adalah kerabat, berdiri dan berkata (kepada Sa`d bin Mu`adh), "Kamu telah berbohong! Demi Allah, jika orang-orang itu dari Suku Aus, kamu tidak akan ingin memenggal kepala mereka." Mungkin akan terjadi suatu kejahatan antara Suku Aus dan Khazraj di masjid, dan aku tidak menyadari semua itu. Pada sore hari itu, aku keluar untuk beberapa keperluanku (yakni untuk buang air), dan Um Mistah menemaniku. Ketika kami kembali, Um Mistah terhuyung-huyung dan berkata, "Biarlah Mistah hancur." Aku berkata kepadanya, "Wahai ibu, mengapa kamu menyiksa anakmu?" Mendengar itu Um Mistah terdiam beberapa saat, dan terhuyung-huyung lagi, dia berkata, "Biarlah Mistah hancur." Aku berkata kepadanya, "Mengapa kamu menyiksa anakmu?" Ia tersandung untuk ketiga kalinya dan berkata, "Biarlah Mistah binasa," lalu aku menegurnya atas hal itu. Ia berkata, "Demi Allah, aku tidak mencaci-maki dia kecuali karena kamu." Aku bertanya kepadanya, "Bagaimana dengan urusanku?" Maka ia pun menceritakan seluruh kisah itu kepadaku. Aku bertanya, "Apakah ini benar-benar terjadi?" Ia menjawab, "Ya, demi Allah." Aku kembali ke rumahku, terperanjat (dan tertekan) karena tidak tahu untuk apa aku keluar. Kemudian aku jatuh sakit (demam) dan berkata kepada Rasulullah ( ﷺ ) "Kirimkan aku ke rumah ayahku." Maka ia pun mengirim seorang budak bersamaku, dan ketika aku memasuki rumah, aku mendapati Ummu Rum-an (ibu) di lantai bawah sementara (ayahku) Abu Bakar sedang membaca sesuatu di lantai atas. Ibu bertanya, "Apa yang membawamu, wahai putriku?" Aku pun menceritakan kepadanya dan menceritakan seluruh kisah itu kepadanya, tetapi ia tidak merasakannya seperti yang kurasakan. Ia berkata, "Wahai putriku! Tenanglah, karena tidak ada wanita menawan yang dicintai suaminya yang memiliki istri lain kecuali mereka merasa cemburu padanya dan berbicara buruk tentangnya." Namun, ia tidak merasakan berita itu seperti yang kurasakan. Aku bertanya (kepadanya), "Apakah ayahku tahu tentang itu?" Ia berkata, "Ya." Aku bertanya, "Apakah Rasulullah ( ﷺ ) juga tahu tentang itu?" Ia berkata, "Ya, Rasulullah ( ﷺ ) juga." Maka air mata memenuhi mataku dan aku menangis. Abu Bakar, yang sedang membaca di lantai atas mendengar suaraku dan turun serta bertanya kepada ibuku, "Ada apa dengannya? "Ia berkata, "Ia telah mendengar apa yang telah dikatakan tentangnya (tentang kisah Al-lfk)." Mendengar itu Abu Bakar menangis dan berkata, "Demi Allah, wahai putriku, aku mohon kepadamu untuk kembali ke rumahmu". Aku kembali ke rumahku dan Rasulullah ( ﷺ ) telah datang ke rumahku dan bertanya kepada pembantuku tentang aku (karakterku). Pembantu itu berkata, "Demi Allah, aku tidak mengetahui adanya cacat pada karakternya kecuali bahwa ia tidur dan membiarkan kambing masuk (ke rumahnya) dan memakan adonannya." Mendengar itu, beberapa sahabat Nabi berbicara kasar kepadanya dan berkata, "Katakan yang sebenarnya kepada Rasulullah ( ﷺ )." Akhirnya mereka menceritakan kepadanya tentang perselingkuhan itu (fitnah). Ia berkata, "Subhanallah! Demi Allah, aku tidak mengetahui apa pun tentangnya kecuali apa yang diketahui tukang emas tentang sepotong emas murni." Kemudian berita ini sampai kepada orang yang dituduh itu, dan ia berkata, "Subhanallah! Demi Allah, aku tidak pernah menyingkap aurat wanita mana pun." Kemudian, lelaki itu syahid di jalan Allah. Keesokan paginya, kedua orang tuaku datang menjengukku dan mereka tinggal bersamaku hingga Rasulullah ( ﷺ ) datang kepadaku setelah melaksanakan salat Ashar. Ia datang kepadaku saat kedua orang tuaku sedang duduk di sekelilingku, di sebelah kanan dan kiriku. Ia memuji dan memuliakan Allah seraya berkata, "Sekarang, wahai `Aisyah! Jika kamu telah melakukan perbuatan buruk atau telah menganiaya (dirimu sendiri), maka bertaubatlah kepada Allah sebagaimana Allah menerima tobat dari para hamba-Nya." Seorang wanita Al-Anshari datang dan duduk di dekat pintu gerbang. Aku berkata (kepada Nabi), "Bukankah tidak pantas kamu berbicara seperti itu di hadapan wanita ini?" Rasulullah kemudian memberikan nasihat dan aku menoleh kepada ayahku dan memintanya untuk menjawabnya (atas namaku). Ayahku berkata, "Apa yang harus aku katakan?" Kemudian aku menoleh kepada ibuku dan memintanya untuk menjawabnya. Ia berkata, "Apa yang harus aku katakan?" Ketika kedua orang tuaku tidak menjawab pertanyaan Nabi, aku berkata, "Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan bahwa Muhammad adalah utusan-Nya!" Setelah memuji dan memuliakan Allah sebagaimana yang sepantasnya, aku berkata, "Demi Allah, seandainya aku katakan kepadamu bahwa aku tidak melakukan (perbuatan jahat ini) dan Allah menjadi saksi bahwa aku mengatakan yang sebenarnya, maka itu tidak akan berguna bagiku dari pihakmu, karena kamu (umat manusia) telah membicarakannya dan hatimu telah menerimanya; dan seandainya aku katakan kepadamu bahwa aku telah melakukan dosa ini dan Allah mengetahui bahwa aku tidak melakukannya, maka kamu akan berkata, 'Dia telah mengaku bersalah.' Demi Allah, 'Aku tidak melihat contoh yang cocok untukku dan kamu selain contoh (aku mencoba mengingat nama Yakub tetapi tidak dapat) ayah Yusuf ketika dia berkata, Maka (bagiku) 'Kesabaran lebih tepat terhadap apa yang kamu katakan. Hanya Allah (saja) yang dapat diminta pertolongan.' Tepat pada saat itu wahyu Ilahi datang kepada Rasulullah ( ﷺ ) dan kami terdiam. Kemudian wahyu itu berakhir dan aku melihat tanda-tanda kebahagiaan di wajahnya saat ia menyeka (keringat) dari dahinya dan berkata, "Sampaikan kabar gembira wahai Aisyah! Allah telah menyingkapkan ketidakbersalahanmu." Saat itu aku sangat marah. Orang tuaku berkata kepadaku, "Bangunlah dan pergilah kepadanya." Aku berkata, "Demi Allah, aku tidak akan melakukannya dan tidak akan berterima kasih kepadanya dan tidak berterima kasih kepada kalian berdua, tetapi aku akan berterima kasih kepada Allah yang telah menyingkapkan ketidakbersalahanku. Kalian telah mendengar kisah ini, tetapi kalian tidak mengingkarinya dan tidak mengubahnya (untuk membelaku)," (Aisyah biasa berkata:) "Adapun Zainab binti Jahsh, (istri Nabi), Allah melindunginya karena kesalehannya, jadi dia tidak mengatakan apa pun kecuali yang baik (tentangku), tetapi saudarinya, Hamna, hancur di antara mereka yang hancur. Mereka yang biasa berbicara jahat tentangku adalah Mistah, Hassan bin Tsabit, dan orang munafik, `Abdullah bin Ubai, yang biasa menyebarkan berita itu dan menggoda orang lain untuk membicarakannya, dan dia dan Hamna adalah yang paling banyak mendapat bagian di dalamnya. Abu Bakar bersumpah bahwa dia tidak akan pernah berbuat baik kepada Mistah sama sekali. Kemudian Allah menurunkan Ayat Ilahi: "Janganlah orang-orang baik dan kaya di antara kamu (yaitu Abu Bakar) bersumpah untuk tidak memberikan (bantuan apa pun) kepada mereka kaum kerabat, dan orang-orang yang membutuhkan, (yaitu Mistah)...Apakah kamu tidak suka jika Allah mengampuni kamu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (24.22) Mendengar itu, Abu Bakar berkata, "Ya, demi Allah, wahai Tuhan kami! Kami ingin agar Engkau mengampuni kami." Maka Abu Bakar kembali memberikan kepada Mistah pengeluaran yang biasa ia berikan kepadanya.

Bab : "... dan hendaklah mereka menutupkan jilbab mereka ke seluruh tubuh mereka (yaitu tubuh, wajah, leher dan dada)..." (QS. 24:31)

Diriwayatkan oleh `Aishah

Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada para wanita hijrah terdahulu. Ketika Allah berfirman: "... dan agar mereka menutupkan jilbab mereka ke seluruh Juyubihinna (yaitu tubuh, wajah, leher dan dada) mereka..." (QS. 24:31) mereka merobek Murat mereka (pakaian wol atau pakaian yang menutup pinggang atau celemek, dsb.) dan menutupi kepala dan wajah mereka dengan Murut yang robek itu.

Dikisahkan Safiya binti Shaiba

Aisyah biasa berkata: "Ketika (Ayat): "Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke leher dan dada mereka," diturunkan, (para wanita) memotong kain pinggang mereka di bagian tepinya dan menutupi kepala dan wajah mereka dengan potongan-potongan kain tersebut."